Jumat, 18 Juni 2010

Yovita






Y O V I T A






Bila kakiku terperosok, aku menyebut namanya....

Aku bermimpi dalam tidurku hidup bersama dia....
Apabila di sebut nama Yovita....
Hilanglah kekuatan jiwaku....
Hatiku seperti sirna di telan namanya....
Demi Tuhan, hampir saja aku gila karena memikirkannya....
Dadaku sesak karena rindu....



Cinta kasih dan sayang telah menyatu....
Mengalir bersama aliran darah di tubuhku....
Cinta bukanlah harapan atau ratapan....
Walau tiada harapan, aku akan tetap mencintainya....
Pandangan telah tertunduk dan matapun terpejam kepada selainnya....



Sungguh beruntung orang yang memilki kekasih....
Yang menjadi karib dalam suka maupun duka....
Karena Tuhan akan menghilangkan dari qolbu rasa sedih, bingung dan cemas....



Walaupun Yovita jauh, kasih sayangku tidak berubah....
meskipun tubuhku binasa dan jasadku menyatu dengan tanah....
Namun cinta telah mengirimkan cahaya....
Dengan Cahaya itu aku hidup dan tidak menjadi gila....




Cintaku murni, jauh dari dorongan nafsu syahwat....
Bagi pecinta....
Kebahagiaan dan kesedihan sama indahnya....
Karena cinta sejati tidak mengenal kesia-siaan.




Kisah Cinta Sejati Laila Majnun

30af6h5.gif

CINTA LAILA MAJNUN



Alkisah, seorang kepala suku Bani Umar di Jazirah Arab memiIiki segala macam yang diinginkan orang, kecuali satu hal bahwa ia tak punya seorang anakpun. Tabib-tabib di desa itu menganjurkan berbagai macam ramuan dan obat, tetapi tidak berhasil. Ketika semua usaha tampak tak berhasil, istrinya menyarankan agar mereka berdua bersujud di hadapan Tuhan dan dengan tulus memohon kepada Allah swt memberikan anugerah kepada mereka berdua. “Mengapa tidak?” jawab sang kepala suku. “Kita telah mencoba berbagai macam cara. Mari, kita coba sekali lagi, tak ada ruginya.”

Mereka pun bersujud kepada Tuhan, sambil berurai air mata dari relung hati mereka yang terluka. “Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah. Izinkan kami merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami. Anugerahkan kepada kami tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan kepada kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami.”

Tak lama kemudian, doa mereka dikabulkan, dan Tuhan menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama Qais. Sang ayah sangat berbahagia, sebab Qais dicintai oleh semua orang. Ia tampan, bermata besar, dan berambut hitam, yang menjadi pusat perhatian dan kekaguman. Sejak awal, Qais telahmemperlihatkan kecerdasan dan kemampuan fisik istimewa. Ia punya bakat luar biasa dalam mempelajari seni berperang dan memainkan musik, menggubah syair dan melukis.

Ketika sudah cukup umur untuk masuk sekolah, ayahnya memutuskan membangun sebuah sekolah yang indah dengan guru-guru terbaik di Arab yang mengajar di sana , dan hanya beberapa anak saja yang belajar di situ. Anak-anak lelaki dan perempuan dan keluarga terpandang di seluruh jazirah Arab belajar di sekolah baru ini.

Di antara mereka ada seorang anak perempuan dari kepala suku tetangga. Seorang gadis bermata indah, yang memiliki kecantikan luar biasa. Rambut dan matanya sehitam malam; karena alasan inilah mereka menyebutnya Laila-”Sang Malam”. Meski ia baru berusia dua belas tahun, sudah banyak pria melamarnya untuk dinikahi, sebab-sebagaimana lazimnya kebiasaan di zaman itu, gadis-gadis sering dilamar pada usia yang masih sangat muda, yakni sembilan tahun.

Laila dan Qais adalah teman sekelas. Sejak hari pertama masuk sekolah, mereka sudah saling tertarik satu sama lain. Seiring dengan berlalunya waktu, percikan ketertarikan ini makin lama menjadi api cinta yang membara. Bagi mereka berdua, sekolah bukan lagi tempat belajar. Kini, sekolah menjadi tempat mereka saling bertemu. Ketika guru sedang mengajar, mereka saling berpandangan. Ketika tiba waktunya menulis pelajaran, mereka justru saling menulis namanya di atas kertas. Bagi mereka berdua, tak ada teman atau kesenangan lainnya. Dunia kini hanyalah milik Qais dan Laila.

Mereka buta dan tuli pada yang lainnya. Sedikit demi sedikit, orang-orang mulai mengetahui cinta mereka, dan gunjingan-gunjingan pun mulai terdengar. Di zaman itu, tidaklah pantas seorang gadis dikenal sebagai sasaran cinta seseorang dan sudah pasti mereka tidak akan menanggapinya. Ketika orang-tua Laila mendengar bisik-bisik tentang anak gadis mereka, mereka pun melarangnya pergi ke sekolah. Mereka tak sanggup lagi menahan beban malu pada masyarakat sekitar.

Ketika Laila tidak ada di ruang kelas, Qais menjadi sangat gelisah sehingga ia meninggalkan sekolah dan menyelusuri jalan-jalan untuk mencari kekasihnya dengan memanggil-manggil namanya. Ia menggubah syair untuknya dan membacakannya di jalan-jalan. Ia hanya berbicara tentang Laila dan tidak juga menjawab pertanyaan orang-orang kecuali bila mereka bertanya tentang Laila. Orang-orang pun tertawa dan berkata, ” Lihatlah Qais , ia sekarang telah menjadi seorang majnun, gila!”

Akhirnya, Qais dikenal dengan nama ini, yakni “Majnun”. Melihat orang-orang dan mendengarkan mereka berbicara membuat Majnun tidak tahan. Ia hanya ingin melihat dan berjumpa dengan Laila kekasihnya. Ia tahu bahwa Laila telah dipingit oleh orang tuanya di rumah, yang dengan bijaksana menyadari bahwa jika Laila dibiarkan bebas bepergian, ia pasti akan menjumpai Majnun. Majnun menemukan sebuah tempat di puncak bukit dekat desa Laila dan membangun sebuah gubuk untuk dirinya yang menghadap rumah Laila. Sepanjang hari Majnun duduk-duduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil berkelok yang mengalir ke bawah menuju desa itu. Ia berbicara kepada air, menghanyutkan dedaunan bunga liar, dan Majnun merasa yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan cintanya kepada Laila. Ia menyapa burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada Laila serta memberitahunya bahwa ia dekat.

Ia menghirup angin dari barat yang melewati desa Laila. Jika kebetulan ada seekor anjing tersesat yang berasal dari desa Laila, ia pun memberinya makan dan merawatnya, mencintainya seolah-olah anjing suci, menghormatinya dan menjaganya sampai tiba saatnya anjing itu pergi jika memang mau demikian. Segala sesuatu yang berasal dari tempat kekasihnya dikasihi dan disayangi sama seperti kekasihnya sendiri.

Bulan demi bulan berlalu dan Majnun tidak menemukan jejak Laila. Kerinduannya kepada Laila demikian besar sehingga ia merasa tidak bisa hidup sehari pun tanpa melihatnya kembali. Terkadang sahabat-sahabatnya di sekolah dulu datang mengunjunginya, tetapi ia berbicara kepada mereka hanya tentang Laila, tentang betapa ia sangat kehilangan dirinya.
Suatu hari, tiga anak laki-laki, sahabatnya yang datang mengunjunginya demikian terharu oleh penderitaan dan kepedihan Majnun sehingga mereka bertekad embantunya untuk berjumpa kembali dengan Laila. Rencana mereka sangat cerdik. Esoknya, mereka dan Majnun mendekati rumah Laila dengan menyamar sebagai wanita. Dengan mudah mereka melewati wanita-wanita pembantu dirumah Laila dan berhasil masuk ke pintu kamarnya.

Majnun masuk ke kamar, sementara yang lain berada di luar berjaga-jaga. Sejak ia berhenti masuk sekolah, Laila tidak melakukan apapun kecuali memikirkan Qais. Yang cukup mengherankan, setiap kali ia mendengar burung-burung berkicau dari jendela atau angin berhembus semilir, ia memejamkan.matanya sembari membayangkan bahwa ia mendengar suara Qais didalamnya. Ia akan mengambil dedaunan dan bunga yang dibawa oleh angin atau sungai dan tahu bahwa semuanya itu berasal dari Qais. Hanya saja, ia tak pernah berbicara kepada siapa pun, bahkan juga kepada sahabat-sahabat terbaiknya, tentang cintanya.

Pada hari ketika Majnun masuk ke kamar Laila, ia merasakan kehadiran dan kedatangannya. Ia mengenakan pakaian sutra yang sangat bagus dan indah. Rambutnya dibiarkan lepas tergerai dan disisir dengan rapi di sekitar bahunya. Matanya diberi celak hitam, sebagaimana kebiasaan wanita Arab, dengan bedak hitam yang disebut surmeh. Bibirnya diberi lipstick merah, dan pipinya yang kemerah-merahan tampak menyala serta menampakkan kegembiraannya. Ia duduk di depan pintu dan menunggu.

Ketika Majnun masuk, Laila tetap duduk. Sekalipun sudah diberitahu bahwa Majnun akan datang, ia tidak percaya bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi. Majnun berdiri di pintu selama beberapa menit, memandangi, sepuas-puasnya wajah
Laila. Akhirnya, mereka bersama lagi! Tak terdengar sepatah kata pun, kecuali detak jantung kedua orang yang dimabuk cinta ini. Mereka saling berpandangan dan lupa waktu.

Salah seorang wanita pembantu di rumah itu melihat sahabat-sahabat Majnun di luar kamar tuan putrinya. Ia mulai curiga dan memberi isyarat kepada salah seorang pengawal. Namun, ketika ibu Laila datang menyelidiki, Majnun dan kawan-kawannya sudah jauh pergi. Sesudah orang-tuanya bertanya kepada Laila, maka tidak sulit bagi mereka mengetahui apa yang telah terjadi. Kebisuan dan kebahagiaan yang terpancar dimatanya menceritakan segala sesuatunya.

Sesudah terjadi peristiwa itu, ayah Laila menempatkan para pengawal di setiap pintu di rumahnya. Tidak ada jalan lain bagi Majnun untuk menghampiri rumah Laila, bahkan dari kejauhan sekalipun. Akan tetapi jika ayahnya berpikiran bahwa, dengan
bertindak hati-hati ini ia bisa mengubah perasaan Laila dan Majnun, satu sama lain, sungguh ia salah besar.

Ketika ayah Majnun tahu tentang peristiwa di rumah Laila, ia memutuskan untuk mengakhiri drama itu dengan melamar Laila untuk anaknya. Ia menyiapkan sebuah kafilah penuh dengan hadiah dan mengirimkannya ke desa Laila. Sang tamu pun
disambut dengan sangat baik, dan kedua kepala suku itu berbincang-bincang tentang kebahagiaan anak-anak mereka. Ayah Majnun lebih dulu berkata, “Engkau tahu benar, kawan, bahwa ada dua hal yang sangat penting bagi kebahagiaan, yaitu
“Cinta dan Kekayaan”.

Anak lelakiku mencintai anak perempuanmu, dan aku bisa memastikan bahwa aku sanggup memberi mereka cukup banyak uang untuk mengarungi kehidupan yang bahagia dan menyenangkan. Mendengar hal itu, ayah Laila pun menjawab, “Bukannya aku menolak Qais. Aku percaya kepadamu, sebab engkau pastilah seorang mulia dan terhormat,” jawab ayah Laila. “Akan tetapi, engkau tidak bisa menyalahkanku kalau aku berhati-hati dengan anakmu. Semua orang tahu perilaku abnormalnya. Ia berpakaian seperti seorang pengemis. Ia pasti sudah lama tidak mandi dan iapun hidup bersama hewan-hewan dan menjauhi orang banyak. “Tolong katakan kawan, jika engkau punya anak perempuan dan engkau berada dalam posisiku, akankah engkau memberikan anak perempuanmu kepada anakku?”

Ayah Qais tak dapat membantah. Apa yang bisa dikatakannya? Padahal, dulu anaknya adalah teladan utama bagi awan-kawan sebayanya? Dahulu Qais adalah anak yang paling cerdas dan berbakat di seantero Arab? Tentu saja, tidak ada yang dapat dikatakannya. Bahkan, sang ayahnya sendiri susah untuk mempercayainya. Sudah lama orang tidak mendengar ucapan bermakna dari Majnun. “Aku tidak akan diam berpangku tangan dan melihat anakku menghancurkan dirinya sendiri,”
pikirnya. “Aku harus melakukan sesuatu.”

Ketika ayah Majnun kembali pulang, ia menjemput anaknya, Ia mengadakan pesta makan malam untuk menghormati anaknya. Dalam jamuan pesta makan malam itu, gadis-gadis tercantik di seluruh negeri pun diundang. Mereka pasti bisa
mengalihkan perhatian Majnun dari Laila, pikir ayahnya. Di pesta itu, Majnun diam dan tidak mempedulikan tamu-tamu lainnya. Ia duduk di sebuah sudut ruangan sambil melihat gadis-gadis itu hanya untuk mencari pada diri mereka berbagai
kesamaan dengan yang dimiliki Laila.

Seorang gadis mengenakan pakaian yang sama dengan milik Laila; yang lainnya punya rambut panjang seperti Laila, dan yang lainnya lagi punya senyum mirip Laila. Namun, tak ada seorang gadis pun yang benar-benar mirip dengannya,
Malahan, tak ada seorang pun yang memiliki separuh kecantikan Laila. Pesta itu hanya menambah kepedihan perasaan Majnun saja kepada kekasihnya. Ia pun berang dan marah serta menyalahkan setiap orang di pesta itu lantaran berusaha
mengelabuinya.

Dengan berurai air mata, Majnun menuduh orang-tuanya dan sahabat-sahabatnya sebagai berlaku kasar dan kejam kepadanya. Ia menangis sedemikian hebat hingga akhirnya jatuh ke lantai dalam keadaan pingsan. Sesudah terjadi petaka ini, ayahnya memutuskan agar Qais dikirim untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah dengan harapan bahwa Allah akan merahmatinya dan membebaskannya dari cinta yang menghancurkan ini.

Di Makkah, untuk menyenangkan ayahnya, Majnun bersujud di depan altar Kabah, tetapi apa yang ia mohonkan? “Wahai Yang Maha Pengasih, Raja Diraja Para Pecinta, Engkau yang menganugerahkan cinta, aku hanya mohon kepada-Mu satu hal
saja,”Tinggikanlah cintaku sedemikian rupa sehingga, sekalipun aku binasa, cintaku dan kekasihku tetap hidup.” Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk anaknya.

Usai menunaikan ibadah haji, Majnun yang tidak mau lagi bergaul dengan orang banyak di desanya, pergi ke pegunungan tanpa memberitahu di mana ia berada. Ia tidak kembali ke gubuknya. Alih-alih tinggal dirumah, ia memilih tinggal
direruntuhan sebuah bangunan tua yang terasing dari masyarakat dan tinggal didalamnya. Sesudah itu, tak ada seorang pun yang mendengar kabar tentang Majnun. Orang-tuanya mengirim segenap sahabat dan keluarganya untuk mencarinya.
Namun, tak seorang pun berhasil menemukannya. Banyak orang berkesimpulan bahwa Majnun dibunuh oleh binatang-binatang gurun sahara. Ia bagai hilang ditelan bumi.

Suatu hari, seorang musafir melewati reruntuhan bangunan itu dan melihat ada sesosok aneh yang duduk di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar dengan rambut panjang hingga ke bahu, jenggotnya panjang dan acak-acakan, bajunya
compang-camping dan kumal. Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak beroleh jawaban, ia mendekatinya. Ia melihat ada seekor serigala tidur di kakinya. “Hus” katanya, ‘Jangan bangunkan sahabatku.” Kemudian, ia mengedarkan
pandangan ke arah kejauhan.

Sang musafir pun duduk di situ dengan tenang. Ia menunggu dan ingin tahu apa yang akan terjadi. Akhirya, orang liar itu berbicara. Segera saja ia pun tahu bahwa ini adalah Majnun yang terkenal itu, yang berbagai macam perilaku anehnya
dibicarakan orang di seluruh jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan dengan binatang-binatang buas dan liar. Dalam kenyataannya, ia sudah menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga lumrah-lumrah saja melihat dirinya sebagai bagian dari kehidupan liar dan buas itu.

Berbagai macam binatang tertarik kepadanya, karena secara naluri mengetahui bahwa Majnun tidak akan mencelakakan mereka. Bahkan, binatang-binatang buas seperti serigala sekalipun percaya pada kebaikan dan kasih sayang Majnun. Sang
musafir itu mendengarkan Majnun melantunkan berbagai kidung pujiannya pada Laila. Mereka berbagi sepotong roti yang diberikan olehnya. Kemudian, sang musafir itu pergi dan melanjutkan petjalanannya.

Ketika tiba di desa Majnun, ia menuturkan kisahnya pada orang-orang. Akhimya, sang kepala suku, ayah Majnun, mendengar berita itu. Ia mengundang sang musafir ke rumahnya dan meminta keteransran rinci darinya. Merasa sangat gembira dan
bahagia bahwa Majnun masih hidup, ayahnya pergi ke gurun sahara untuk menjemputnya.

Ketika melihat reruntuhan bangunan yang dilukiskan oleh sang musafir itu, ayah Majnun dicekam oleh emosi dan kesedihan yang luar biasa. Betapa tidak! Anaknya terjerembab dalam keadaan mengenaskan seperti ini. “Ya Tuhanku, aku mohon agar
Engkau menyelamatkan anakku dan mengembalikannya ke keluarga kami,” jerit sang ayah menyayat hati. Majnun mendengar doa ayahnya dan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan bersimpuh dibawah kaki ayahnya, ia pun menangis, “Wahai ayah, ampunilah aku atas segala kepedihan yang kutimbulkan pada dirimu. Tolong lupakan bahwa engkau pernah mempunyai seorang anak, sebab ini akan meringankan beban kesedihan ayah. Ini sudah nasibku mencinta, dan hidup hanya untuk mencinta.” Ayah dan anak pun saling berpelukan dan menangis. Inilah pertemuan terakhir mereka.

Keluarga Laila menyalahkan ayah Laila lantaran salah dan gagal menangani situasi putrinya. Mereka yakin bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh keluarga. Karenanya, orangtua Laila memingitnya dalam kamarnya. Beberapa sahabat Laila diizinkan untuk mengunjunginya, tetapi ia tidak ingin ditemani. Ia berpaling kedalam hatinya, memelihara api cinta yang membakar dalam kalbunya.......bersambung......

Sambungan Kisah Cinta Sejati...............Laila Majnun....





Cinta Laila Majnun

Untuk mengungkapkan segenap perasaannya yang terdalam, ia menulis dan menggubah syair kepada kekasihnya pada potongan-potongan kertas kecil. Kemudian, ketika ia diperbolehkan menyendiri di taman, ia pun menerbangkan potongan-potongan kertas kecil ini dalam hembusan angin. Orang-orang yang menemukan syair-syair dalam
potongan-potongan kertas kecil itu membawanya kepada Majnun. Dengan cara demikian, dua kekasih itu masih bisa menjalin hubungan.

Karena Majnun sangat terkenal di seluruh negeri, banyak orang datang mengunjunginya. Namun, mereka hanya berkunjung sebentar saja, karena mereka tahu bahwa Majnun tidak kuat lama dikunjungi banyak orang. Mereka mendengarkannya
melantunkan syair-syair indah dan memainkan serulingnya dengan sangat memukau. Sebagian orang merasa iba kepadanya; sebagian lagi hanya sekadar ingin tahu tentang kisahnya. Akan tetapi, setiap orang mampu merasakan kedalaman cinta dan
kasih sayangnya kepada semua makhluk. Salah seorang dari pengunjung itu adalah seorang ksatria gagah berani bernama ‘Amar, yang berjumpa dengan Majnun dalam perjalanannya menuju Mekah. Meskipun ia sudah mendengar kisah cinta yang sangat terkenal itu di kotanya, ia ingin sekali mendengarnya dari mulut Majnun sendiri.

Drama kisah tragis itu membuatnya sedemikian pilu dan sedih sehingga ia bersumpah dan bertekad melakukan apa saja yang mungkin untuk mempersatukan dua kekasih itu, meskipun ini berarti menghancurkan orang-orang yang menghalanginya!
Ketika Amar kembali ke kota kelahirannya, Ia pun menghimpun pasukannya. Pasukan ini berangkat menuju desa Laila dan menggempur suku di sana tanpa ampun. Banyak orang yang terbunuh atau terluka.

Ketika pasukan ‘Amar hampir memenangkan pertempuran, ayah Laila mengirimkan pesan kepada ‘Amr, “Jika engkau atau salah seorang dari prajuritmu menginginkan putriku, aku akan menyerahkannya tanpa melawan. Bahkan, jika engkau ingin
membunuhnya, aku tidak keberatan. Namun, ada satu hal yang tidak akan pernah bisa kuterima, jangan minta aku untuk memberikan putriku pada orang gila itu”.

Majnun mendengar pertempuran itu hingga ia bergegas kesana. Di medan pertempuran, Majnun pergi ke sana kemari dengan bebas di antara para prajurit dan menghampiri orang-orang yang terluka dari suku Laila. Ia merawat mereka dengan penuh perhatian dan melakukan apa saja untuk meringankan luka mereka.

Amar pun merasa heran kepada Majnun, ketika ia meminta penjelasan ihwal mengapa ia membantu pasukan musuh, Majnun menjawab, “Orang-orang ini berasal dari desa kekasihku. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi musuh mereka?” Karena sedemikian bersimpati kepada Majnun, ‘Amar sama sekali tidak bisa memahami hal ini. Apa yang dikatakan ayah Laila tentang orang gila ini akhirnya membuatnya sadar. Ia pun memerintahkan pasukannya untuk mundur dan segera meninggalkan desa itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Majnun.

Laila semakin merana dalam penjara kamarnya sendiri. Satu-satunya yang bisa ia nikmati adalah berjalan-jalan di taman bunganya. Suatu hari, dalam perjalanannya menuju taman, Ibn Salam, seorang bangsawan kaya dan berkuasa, melihat Laila dan serta-merta jatuh cinta kepadanya. Tanpa menunda-nunda lagi, ia segera mencari ayah Laila. Merasa lelah dan sedih hati karena pertempuran yang baru saja menimbulkan banyak orang terluka di pihaknya, ayah Laila pun menyetujui perkawinan itu. Tentu saja, Laila menolak keras. Ia mengatakan kepada ayahnya, “Aku lebih senang mati ketimbang kawin dengan orang itu.” Akan tetapi, tangisan dan permohonannya tidak digubris. Lantas ia mendatangi ibunya, tetapi sama saja keadaannya. Perkawinan pun berlangsung dalam waktu singkat. Orangtua Laila merasa lega bahwa seluruh cobaan berat akhirnya berakhir juga.

Akan tetapi, Laila menegaskan kepada suaminya bahwa ia tidak pernah bisa mencintainya. “Aku tidak akan pernah menjadi seorang istri,” katanya. “Karena itu, jangan membuang-buang waktumu. Carilah seorang istri yang lain. Aku yakin, masih ada banyak wanita yang bisa membuatmu bahagia.” Sekalipun mendengar kata-kata dingin ini, Ibn Salam percaya bahwa, sesudah hidup bersamanya beberapa waktu larnanya, pada akhirnya Laila pasti akan menerimanya. Ia tidak mau memaksa
Laila, melainkan menunggunya untuk datang kepadanya.

Ketika kabar tentang perkawinan Laila terdengar oleh Majnun, ia menangis dan meratap selama berhari-hari. Ia melantunkan lagu-Iagu yang demikian menyayat hati dan mengharu biru kalbu sehingga semua orang yang mendengarnya pun ikut
menangis. Derita dan kepedihannya begitu berat sehingga binatang-binatang yang berkumpul di sekelilinginya pun turut bersedih dan menangis. Namun, kesedihannya ini tak berlangsung lama, sebab tiba-tiba Majnun merasakan kedamaian dan
ketenangan batin yang aneh. Seolah-olah tak terjadi apa-apa, ia pun terus tinggal di reruntuhan itu. Perasaannya kepada Laila tidak berubah dan malah menjadi semakin lebih dalam lagi.

Dengan penuh ketulusan, Majnun menyampaikan ucapan selamat kepada Laila atas perkawinannya: “Semoga kalian berdua selalu berbahagia di dunia ini. Aku hanya meminta satu hal sebagai tanda cintamu, janganlah engkau lupakan namaku, sekalipun engkau telah memilih orang lain sebagai pendampingmu. Janganlah pernah lupa bahwa ada seseorang yang, meskipun tubuhnya hancur berkeping-keping, hanya akan memanggil-manggil namamu, Laila”.

Sebagai jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa melupakanmu barang sesaat pun. Kupendam cintaku demikian
lama, tanpa mampu menceritakannya kepada siapapun. Engkau memaklumkan cintamu ke seluruh dunia, sementara aku membakarnya di dalam hatiku, dan engkau membakar segala sesuatu yang ada di sekelilingmu”. “Kini, aku harus
menghabiskan hidupku dengan seseorang, padahal segenap jiwaku menjadi milik orang lain. Katakan kepadaku, kasih, mana di antara kita yang lebih dimabuk cinta, engkau ataukah aku?.

Tahun demi tahun berlalu, dan orang-tua Majnun pun meninggal dunia. Ia tetap tinggal di reruntuhan bangunan itu dan merasa lebih kesepian ketimbang sebelumnya. Di siang hari, ia mengarungi gurun sahara bersama sahabat-sahabat
binatangnya. Di malam hari, ia memainkan serulingnya dan melantunkan syair-syairnya kepada berbagai binatang buas yang kini menjadi satu-satunya pendengarnya. Ia menulis syair-syair untuk Laila dengan ranting di atas tanah.

Selang beberapa lama, karena terbiasa dengan cara hidup aneh ini, ia mencapai kedamaian dan ketenangan sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu pun yang sanggup mengusik dan mengganggunya. Sebaliknya, Laila tetap setia pada cintanya. Ibn Salam tidak pernah berhasil mendekatinya. Kendatipun ia hidup bersama Laila, ia tetap jauh darinya. Berlian dan hadiah-hadiah mahal tak mampu membuat Laila berbakti kepadanya. Ibn Salam sudah tidak sanggup lagi merebut kepercayaan dari istrinya. Hidupnya serasa pahit dan sia-sia. Ia tidak menemukan ketenangan dan kedamaian di rumahnya.
Laila dan Ibn Salam adalah dua orang asing dan mereka tak pernah merasakan hubungan suami istri. Malahan, ia tidak bisa berbagi kabar tentang dunia luar dengan Laila.

Tak sepatah kata pun pernah terdengar dari bibir Laila, kecuali bila ia ditanya. Pertanyaan ini pun dijawabnya dengan sekadarnya saja dan sangat singkat. Ketika akhirnya Ibn Salam jatuh sakit, ia tidak kuasa bertahan, sebab hidupnya tidak menjanjikan harapan lagi. Akibatnya, pada suatu pagi di musim panas, ia pun meninggal dunia. Kematian suaminya tampaknya makin mengaduk-ngaduk perasaan Laila. Orang-orang mengira bahwa ia berkabung atas kematian Ibn Salam,
padahal sesungguhnya ia menangisi kekasihnya, Majnun yang hilang dan sudah lama dirindukannya.
Selama bertahun-tahun, ia menampakkan wajah tenang, acuh tak acuh, dan hanya sekali saja ia menangis. Kini, ia menangis keras dan lama atas perpisahannya dengan kekasih satu-satunya. Ketika masa berkabung usai, Laila kembali ke rumah ayahnya. Meskipun masih berusia muda, Laila tampak tua, dewasa, dan bijaksana,
yang jarang dijumpai pada diri wanita seusianya. Semen tara api cintanya makin membara, kesehatan Laila justru memudar karena ia tidak lagi memperhatikan dirinya sendiri. Ia tidak mau makan dan juga tidak tidur dengan baik selama
bermalam-malam.

Bagaimana ia bisa memperhatikan kesehatan dirinya kalau yang dipikirkannya hanyalah Majnun semata? Laila sendiri tahu betul bahwa ia tidak akan sanggup bertahan lama. Akhirnya, penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa
bulan pun menggerogoti kesehatannya. Ketika Laila meregang nyawa dan sekarat, ia masih memikirkan Majnun. ....Ah, kalau saja ia bisa berjumpa dengannya sekali lagi untuk terakhir kalinya! Ia hanya membuka matanya untuk memandangi pintu
kalau-kalau kekasihnya datang. Namun, ia sadar bahwa waktunya sudah habis dan ia akan pergi tanpa berhasil mengucapkan salam perpisahan kepada Majnun. Pada suatu malam di musim dingin, dengan matanya tetap menatap pintu, ia pun meninggal dunia dengan tenang sambil bergumam, Majnun…Majnun. .Majnun.

Kabar tentang kematian Laila menyebar ke segala penjuru negeri dan, tak lama kemudian, berita kematian Lailapun terdengar oleh Majnun. Mendengar kabar itu, ia pun jatuh pingsan di tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri
selama beberapa hari. Ketika kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju desa Laila. Nyaris tidak sanggup berjalan lagi, ia menyeret tubuhnya di atas tanah. Majnun bergerak terus tanpa henti hingga tiba di kuburan Laila di luar
kota . Ia berkabung dikuburannya selama beberapa hari.

Ketika tidak ditemukan cara lain untuk meringankan beban penderitaannya, per1ahan-lahan ia meletakkan kepalanya di kuburan Laila kekasihnya dan meninggal dunia dengan tenang. Jasad Majnun tetap berada di atas kuburan Laila selama
setahun. Belum sampai setahun peringatan kematiannya ketika segenap sahabat dan kerabat menziarahi kuburannya, mereka menemukan sesosok jasad terbujur di atas kuburan Laila. Beberapa teman sekolahnya mengenali dan mengetahui bahwa itu adalah jasad Majnun yang masih segar seolah baru mati kemarin. Ia pun dikubur di samping Laila. Tubuh dua kekasih itu, yang kini bersatu dalam keabadian, kini bersatu kembali.

Konon, tak lama sesudah itu, ada seorang Sufi bermimpi melihat Majnun hadir di hadapan Tuhan. Allah swt membelai Majnun dengan penuh kasih sayang dan mendudukkannya disisi-Nya. Lalu, Tuhan pun berkata kepada Majnun, “Tidakkah engkau malu memanggil-manggil- Ku dengan nama Laila, sesudah engkau meminum anggur Cinta-Ku?”

Sang Sufi pun bangun dalam keadaan gelisah. Jika Majnun diperlakukan dengan sangat baik dan penuh kasih oleh Allah Subhana wa ta’alaa, ia pun bertanya-tanya, lantas apa yang terjadi pada Laila yang malang ? Begitu pikiran ini terlintas dalam benaknya, Allah swt pun mengilhamkan jawaban kepadanya, “Kedudukan Laila jauh lebih tinggi, sebab ia menyembunyikan segenap rahasia Cinta dalam dirinya sendiri.”

Syaikh Hakim Nizhami qs merupakan penulis sufi terkemuka diabad pertengahan karena dua roman cinta yang menyayat hati, yaitu Laila & Majnun serta Khusrau & Syirin. Kisah sedih Laila Majnun , Majnun yang berarti “Tergila-gila akan Cinta”, karena cintanya yang tak sampai pada Laila, akhirnya membuatnya gila. Kisah cinta ini dibaca berabad-abad lamanya inilah kisah nyata cintanya abadi sepanjang masa.

Mimpi Bertemu Bidadari Syurga



Dalam suatu kisah yang dipaparkan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At Taubah ayat 111, yang artinya sebagai berikut :

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan sorga untuk mereka"


Selesai ayat itu dibaca, seorang anak muda yang berusia 15 tahun atau lebih bangkit dari tempat duduknya. Ia mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal. Ia berkata:"Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?" "Ya, benar, anak muda" kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:"Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan sorga."


Anak muda itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan. Hanya kuda dan pedangnya saja yang tidak. Sampai tiba waktu pemberangkatan pasukan, ternyata pemuda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.


Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak:"Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah . ." Kami menduga dia mulai ragu dan pikirannya kacau, kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu. Ia menjawab: "Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata: "Pergilah kepada Ainul Mardiyah." Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku , mereka bergembira seraya berkata: "Inilah suami Ainul Mardhiyah . . . . ."

"Assalamu’alaikum" kataku bersalam kepada mereka. "Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?" Mereka menjawab salamku dan berkata: "Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu" Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.


Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: "Hai Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang . ..."


Ketika aku dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: "Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu." Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: "Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama".


Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka ditubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia. ( Irsyadul Ibad ).







Dialog seorang Waliullah




”Dunia ini fana anehnya orang-orang memperebutkan yang fana. Allah itu kekal dan maha Suci anehnya orang-orang pada lari dari yang maha Suci”. Berakalkah?

“Wahai kekasih Allah jadikanlah lisan dan hatimu tuk berdzikir, keluar masuk nafas akan dipertanggung jawabkan, mau kemana, untuk apa , kembali kemana, apa yang dibawa. Gemuruh ombak, burung berkicau, semua makhluk memuji Allah…yang berakal kadang kalah oleh makhluk lainnya anehkan…!


Wahai hamba Allah jadikan tujuanmu untuk Allah. Jangan jadikan Allah ditelapak tanganmu, jadikan Allah diisi hatimu. Jadilah engkau kekasih Allah”.

“Wahai kekasih Allah…dunia itu bagaikan sampah yang sudah rusak. Bila kau pegang dengan tanganmu akan kena kotor.

Orang risau dan bingung dengan urusan dunia ,karena ia simpan di hati. Dan sedikit orang bingung bagaimana agar dekat dengan Allah”..sehingga ia terus mencari…

“Wahai hamba yang teraniaya bangunlah! Jadikanlah tempat dudukmu sejadah, senjatamu tasbih, bukumu Al-Qur’an, lisanmu untuk memuji, aqalmu untuk bertafakur, mata untuk menangis dan hatimu Allah..tujuanmu Allah , harapanmu Allah. Jadilah kekasih Allah, Allah akan mengabulkanmu sayang..”.

“Wahai kekasih..tidurmu, hembusan napasmu, detakan jantungmu, urat nadimu, aliran darahmu…, jadi barokah dan rahmat dalam tidurmu..”.

“wahai sahabatku.. Sejauh-jauh burung terbang mengelilingi dunia, pasti akan kembali ke titik akhir. Dan yang hanya didapat hanyalah pengalaman dan makanan.

Sejauh-jauhnya manusia merantau pasti akan kembali keasal muasal (titik penghabisan). Dan yang ia dapat pengalaman dan amal. Dunia adalah tempat menanam benih dan akhirat tempat memetik hasilnya sahabatku… pahitkah! Maniskah! Dihadapan Allah. Maha Suci Allah…

Sekuat-kuatnya pohon diterjang badai akan roboh. Sekuat-kuatnya manusia takan kuat menahan pedihnya mati. Nabi Musa a.s. pun merasa pedih ketika dicabut ruhnya apalagi kita..sahabatku…,

Wahai hamba Allah .. Sesungguhnya nama Allah itu nama yang agung dari segala yang agung. Ia memiliki 4 huruf;Alif, Lam, Lam, Ha. Nabi Muhammad 4 huruf; Mim, Ha, Mim, Dal. Dan beliau memiliki 4 sifat; Shidiq, Amanah. Fathanah, Tabligh. Sahabat beliau pun 4; Abu Bakar, Utsman, Ali dan Umar bin khatab.


Apabila nama Allah telah terpatri di hati seorang mu’min, maka ia akan diagungkan dan ditinggikan derajatnya. Dan termasuk wewangian Allah di dunia.Sahabatku.. mudah-mudahan kita termasuk pilihanNya…

Kenapa banyak orang sangat mengharapkan kedudukan di pemerintahan. Padahal kursi dihadapan Allah masih kosong…, anehkan!

Orang buta masih bisa jalan benar karena bantuan tongkatnya. Orang melek tidak bisa jalan benar kepada Allah karena buta hatinya. Karena itu yang melek pun harus punya tongkat (agama)sebagai petunjuknya. Sedangkan orang yang sudah punya agama Islam tapi tidak bisa dekat kepada Allah harus punya tongkat yaitu guru Mursyid sebagai petunjuknya.

Allah itu telah membagi rizki pada setiap hambanya, tapi anehnya orang bingung memikirkan rizkinya. Allah telah menjadikan hamba-hambaNya pada tempatnya masing-masing, tapi anehnya orang pingin yang lebih dari itu. Hal yang anehkan?

Wahai kekasih Allah…3 macam yang asing di dunia :Qur’an di dalam dada seorang yang dholim. 2. Orang sholeh di tengah kaum yang jahat. 3. Qur’an di dalam rumah yang tidak dibaca. Sungguh asing saudaraku…

Wahai hamba Allah… semua orang pada tahu bahwa siksa itu ada tapi kenapa orang banyak tertawa. Maut itu pasti datang kenapa orang banyak berhura-hura. Hisab itu pasti kenapa orang banyak beramal buruk. Qodha dan Qadar udah tentu kenapa orang banyak bersedih. Surga itu pasti kenapa orang tidak banyak beramal…
kenapa mereka berbuat begitu sungguh sayang sahabatku....

GELAR KELUARGA ALAWIYIN DI HADRAMAUT






AL-USTADZ AL-A’DZHAM
Beliau adalah Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath.
Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dijuluki dengan gelar al-ustadz al-a’zham karena beliau adalah seorang guru besar dan seorang sufi yang menjalankan thariqah kefakiran (hanya berhajat kepada Allah swt) dan bertasawuf dengan tasawuf yang bersih dan terpelihara dari hal-hal yang haram, berdasarkan al-quran dan al-sunnah yang disyiarkan dengan ruh Islam dan tauhid
Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dikaruniai 5 orang anak laki yaitu Alwi al-Ghuyur, Ali, Ahmad, Abdullah dan Abdurahman. Dan yang meneruskan keturunanya hanya 3 orang yaitu: Alwi al-Ghuyur, Ali dan Ahmad.
Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali wafat di Tarim tahun 653 hijriyah.



ASADULLAH FI ARDHIHI


Beliau adalah waliyullah Muhammad bin Hasan Atturobi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Sebab dinamakan dengan Asadullah Fi Ardhihi karena Syaikh Muhammad Asadullah sangat tekun membaca alquran dan memahami maknanya. Beliau selalu bangun untuk beribadat kepada Allah pada waktu akhir sepertiga malam, sehingga beliau merasakan dirinya fana’. Beliau bersemangat untuk membaca alquran dan memahami maknanya serta merasakan kenikmatan pada dirinya jika sedang membaca Alquran, sehingga beliau merasa sebagai seekor Singa dan berkata dalam keheningan malam dengan perkataan “Ana Asadullah Fi Ardhihi “
Dalam kitab al-Masyra’ diceritakan bahwa beliau dikarunia enam orang anak laki, dan tiga orang yang meneruskan keturunan beliau, yaitu:
1.Abu Bakar Basyaiban (wafat tahun 800 hijriyah)
2.Hasan, menurunkan keluarga: Jamalullail, Bin Sahal, Baharun, al-Junaid, al-Qadri dan al-Siri), wafat tahun 757 hijriyah.
3.Ahmad, menurunkan keluarga: al-Syatri, al-Habsyi dan Syanbal.
Waliyullah Muhammad bin Hasan Atturobi wafat tahun 778 hijriyah.



Aal-A’YUN


Yang dijuluki al-A’yun diantaranya ialah waliyullah Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Maula al-Dawilah (datuk keluarga al-Muqaibil).
Gelar al-A’yun diberikan karena beliau mempunyai warna hitam yang lebar pada biji matanya sehingga terlihat indah.



Aal-ALBAR

Yang pertama kali digelari al-Bar adalah waliyullah Ali bin Ali bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Beliau digelar dengan al-Baar karena sangat taat (berbakti) kepada ibunya dengan sebenar-benarnya taat yang hal tersebut sedikit sekali dilakukan oleh anak terhadap ibunya. Beliau dinamakan dengan nama ayahnya (Ali bin Ali), karena ketika ayahnya wafat, ia masih dalam kandungan ibunya, beliau hanya taat kepada ibunya karena ayahnya telah wafat. Waliyullah Ali bin Ali Albar dikarunia tiga orang anak laki bernama: Abubakar, Abdullah dan Husin.
Waliyullah Ali bin Ali al-Bar dilahirkan dan wafat di kota Dau’an, Hadramaut.



Aal-BATTAH


Mereka adalah anak cucu dari keluarga Syaikh Abu Bakar bin Salim dan datuk mereka ialah waliyullah Abu Bakar bin Ahmad bin Abdurahman bin Abi Bakar bin Ahmad bin Abi Bakar bin Abdullah bin Syaichon bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
Dinamakan ‘Battah’ karena beliau dilahirkan di Battah sebuah kota yang terletak di sebelah Barat Sahil, Afrika Timur.



Aal-ALBAHAR


Mereka adalah keturunan dari keluarga al-Jufri. Datuk mereka adalah waliyullah Syaichan bin Alwi bin Abdullah Attarisi bin Alwi al-Chawas bin Abu Bakar al-Jufri.
Yang pertama kali digelari ‘al-Bahar’ adalah Waliyullah Saleh ayah dari Habib Hasan al-Bahar.
Gelar yang disandang menurut al-Syaich Abdullah bin Semir dalam kitabnya Giladat al-Nahri yang berisi manakib al-Habib Hasan bin Saleh al-Bahar, menyatakan bahwa yang pertama kali diberi gelar al-Bahar adalah ayahnya, Soleh. Gelar tersebut diberikan karena tampaknya keramat beliau ketika sering berlayar di laut. Di samping itu gelar tersebut diberikan karena ilmu beliau luas seperti luasnya laut.
Waliyullah Hasan bin Soleh Al-Bahar dikarunia lima orang anak laki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ja’far, Abdul Kadir dan Soleh.


Aal-IBRAHIM
Yang pertama kali dijuluki al-Ibrahim ialah waliyullah Ibrahim bin Abdullah bin Abdullah bin Abdurahman Assaqqaf.
Sebab dinamakan al-Ibrahim karena nama tersebut dinisbahkan kepada nama kakeknya. Ibrahim merupakan nama Ibrani seperti Ismail, Ishaq, Yusuf dan Ya’kub yang kemudian nama tersebut dimasukkan ke dalam bahasa Arab.



Aal-BARAKAT


Mereka adalah keturunan waliyullah Syech bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Di samping itu ada juga keturunan Barakat lain dari Waliyullah Barakat bin Ahmad asy-Syatiri.
Pemberian gelar ini, dikarenakan datuk mereka mengharapkan berkah dan kebaikan dari Allah , maka banyak anak cucu beliau yang menjadi auliya’.
Waliyullah Syech bin Ali Barakat wafat di Tarim tahun 813 hijriyah.



Aal-BARUM


Barum adalah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Hasan bin Muhammad bin Alwi bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Dinamakan dengan ‘Barum’ karena beliau diberi isyarat untuk pergi ke dusun Barum dan menetap serta menjadi sesepuh di sana disebabkan keberkahan ilmu dan kemuliaan beliau. Dusun Barum berjarak kira-kira 20 km dari kota Mukalla Hadramaut.
Waliyullah Hasan Barum dikarunia empat orang anak laki bernama: Abdurahman, Umar, Ali dan Ahmad.
Waliyullah Hasan Barum wafat di kota Tarim tahun 927 H.



Aal-BASRI


Beliau adalah waliyullah Ismail (Basri) bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Basri adalah anak kedua dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Anak pertama bernama Alwi, beliau kakek dari keluarga Ba’alawi, dan anak yang ketiga bernama Jadid.
Dinamakan Basri diambil dari nama kota yaitu Basrah, yang kemudian beliau hijrah bersama keluarga dan kakeknya al-Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir ke negeri Hadramaut. Gelar ini menjadi gelar beberapa keluarga Alawiyin yang datuknya bernama Basri dan disebut mereka itu dengan al-Bin Basri. Keturunan Basri terputus pada awal abad ke enam hijriyah.


Aal-BABATHINAH

Yang pertama kali bergelar ‘Babathinah’ ialah waliyullah Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Amu al-Faqih.
Beliau adalah pendiri masjid Babathinah di Tarim dan mempunyai sebuah perkebunan yang subur dan dinamakan Babathinah.
Waliyullah Abdurahman bin Ahmad Babathinah dikarunia 4 orang anak, yaitu: Ahmad Chadijah, Umar Ahmar al-Uyun, Ali al-Shonhazi dan Muhammad Maghfun.



Aal-ALBAYTI


Gelar al-Bayti dinisbahkan ke Baiti Maslamah sebuah desa yang berjarak sepuluh kilo meter dari Tarim. Gelar tersebut disandang oleh:
Waliyullah Ali bin Alwi bin Ali bin Abu Bakar al-Facher. Beliau dilahirkan di Bait al-Maslamah. Dikaruniai seorang anak lelaki yang bernama Muhammad, yang menurunkan keturunannya. Waliyullah Ali al-Bayti wafat di Bait Aa-Maslamah pada tahun 915 H.
Waliyullah Abu Bakar bin Ibrahim bin al-Imam Abdurrahman Assegaf dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 3 orang anak lelaki bernama: Ibrahim, Ahmad dan Ismail. Waliyullah Abu Bakar al-Bayti wafat tahun 905 H di kota Tarim.



Aal-ALBIEDH


Keluarga al-Biedh bernisbat kepada datuk mereka waliyullah Ahmad bin Abdurahman bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Beliau dijuluki gelar ini karena beliau seorang yang menekuni puasa hari-hari putih, yaitu puasa pada hari ketiga belas, keempat belas dan kelima belas pada setiap bulan Qamariyah. Puasa tersebut beliau lakukan sebagai ittiba’ terhadap Rasulullah saw.
Waliyullah Ahmad bin Abdurhamnan Al-Biedh dikarunia dua orang anak laki, bernama: Abdurahman dan Makhrus. Waliyullah Ahmad bin Abdurahman al-Biedh wafat di Syihir pada tahun 945 hijriyah.


Aal-BABARIK

Beliau adalah waliyullah Ahmad Babarik bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Waliyullah Umar Babarik dilahirkan di kota Tarim. Dikarunia 3 orang anak lelaki yaitu: Hasan, Ali dan Umar. Sedangkan yang melanjutkan keturunan beliau adalah Umar di Surat, India.
Waliyullah Ahmad Babarik wafat di kota Tarim.


AL-TUROBI

Beliau adalah waliyullah Hasan bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Diberi gelar al-Turobi , dikarenakan beliau seorang yang sangat tawadhu’ dan mengumpamakan dirinya dengan tanah.
Waliyullah Hasan Atturobi bin Ali mempunyai seorang anak bernama Muhammad Asadullah.


Aal-BAJAHDAB

Mereka adalah keturunan waliyullah Ali Jahdab bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah Ba’alawi bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Sebab diberi gelar dengan ‘Bajahdab’, karena beliau tinggal di desa Jahadabah , Yaman.
Waliyullah Ali Jahdab bin Abdurahman dikaruniai 2 orang anak laki: Abud dan Muhammad al-Mualim. Muhammad al-Mualim mempunyai anak bernama Alwi. Salah satu keturunannya ada yang menjadi pemimpin keluarga Alawiyin (Naqib al-Alawi) yaitu Waliyullah Ahmad bin Alwi Bajahdab. Beliau wafat di Tarim tahun 973 hijriyah.



JADID


Yang pertama kali diberi gelar “Jadid” ialah waliyullah Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir.
Beliau adalah anak ketiga dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir.
Dinamakan ” Jadid ” karena keluarganya yang dipimpin oleh al-Muhajir Ahmad bin Isa hijrah dari Basrah ke tempat yang baru bernama Hadramaut.
Keturunan Jadid terputus pada awal abad keenam hijriyah.


Aal-ALDJUFRI


Yang pertama kali dijuluki “al-Djufri ” ialah waliyullah Abu Bakar bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau dipanggil oleh datuk dari ibunya Waliyullah Abdurahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah dengan sebutan Djufratiy yang berarti anak kecil kesayangan yang berbadan gemuk dan kekar. Dan setelah dewasa ia menjadi seorang ahli dalam ilmu Jafar, suatu rumus-rumus yang menggunakan huruf dan angka yang ditulis di atas kulit Jafar (anak kambing). Pada suatu hari beliau kehilangan kitabnya yang berisi ilmu Jafar, beliau mencarinya sambil berkata Jafri (maksudnya kitab ilmu Jafarku). Maka mulai sejak itu beliau disebut al-Jufri. Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai lima orang anak lelaki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ahmad, Alwi al-Chawas dan Umar. Dari kelima anak yang terputus keturunannya adalah Muhammad dan Abdullah, sedangkan dari ketiga anaknya yang lain menurunkan keturunan al-Djufri seperti: al-Kaf, al-Shafi dan al-Bahar.
Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri wafat di kota Tarim pada tahun 860 Hijriyah.


DJAMALULLAIL

Djamalullail adalah gelar untuk waliyullah al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam (keturunan terputus) dan al-Imam Muhammad bin Hasan al-Mua’alim bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi.
Gelar yang disandang karena mereka selalu mengisi malam-malam harinya dengan ibadah, baik shalat tahajud dan shalat-shalat sunnah lainnya serta membaca Alquran, shalawat dan doa serta dzikir lainnya yang dilakukan selama hidupnya. Karena itu beliau digelari dengan Djamalullail.
Waliyullah Muhammad Djamalullail dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki:
Abdullah bin Muhammad Djamalullail. Dari kedua cucunya Abdullah bin Ahmad dan Muhammad bin Ahmad menurunkan al-Djamalullail yang berada di Hadramaut, Makkah dan India serta sebagian di Aceh dan pulau Jawa.
Ali bin Muhammad Djamalullail, menurunkan keturunan leluhur al-Qadri, al-Asiry, al-Baharun dan al-Junaid.
Waliyullah Muhammad Djamalullail wafat di kota Tarim pada tahun 845 H.


Aal-BIN JINDAN

Mereka adalah suatu puak dari keluarga al-syaikh Abu Bakar bin Salim, yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Ali bin Muhammad bin Husein bin Syaikh Abi Bakar bin Salim.
Jindan adalah gelar untuk kakek mereka, dan mereka masing-masing menamakan dengan Bin Jindan yaitu anak cucu dari Syaikh Abi Bakar bin Salim.
Waliyullah Ali bin Muhamad bin Husien bin Syaikh Abi Bakar wafat di Inat sekitar tahun 1200H.


AL-JANNAH

Yang pertama kali dijuluki ‘al-Jannah’ ialah waliyullah Muhammad bin Hasan bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau seorang terkenal dengan ilmu, kemuliaan, dan ibadahnya. Menurut shohib al-Masyra’ dinamakan al-Jannah karena beliau banyak berdoa dan sangat merindukan surga. Dan Allah mengabulkan doa dan kerinduannya tersebut.


Aal-ALDJUNAID

Al-Junaid ialah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Abu Bakar bin Umar bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamallullail bin Hasan al-mu’alim Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi. Dinamakan Djunaid dengan maksud tabarukkan agar kelak menjadi waliyullah seperti waliyullah yang bernama Djunaid bin Muhammad seorang Sayid Atthaifah al-sufiyah yang terkenal.
Waliyullah Abu Bakar al-Junaid dilahirkan di kota Tarim tahun 1053 H. Dikaruniai 5 orang anak dan hanya 1 anak yang meneruskan keturunannya yaitu Ali bin Abu Bakar al-Junaid. Keturunannya ada di kota Tarim dan Singapore.
Waliyullah Abu Bakar al-Junaid wafat di kota Tarim.


Aal-ALDJUNAID AL-ACHDOR

Mereka adalah keturunan waliyullah Al-Djunaid al-Achdor bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Qasam bin Alwi al-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena kakek beliau memberi nama Djunaid dengan maksud tabarukkan agar kelak menjadi waliyullah seperti waliyullah yang bernama Djunaid bin Muhammad seorang Sufiyah yang terkenal.
Waliyullah Djunaid Achdor dilahirkan di Gasam , dikarunia 5 orang anak lelaki, 3 diantara meneruskan keturunannya yaitu: Syaich, Ahmad dan Muthahhar.
Waliyullah Djunaid Achdor wafat di gasam pada tahun 1032 H.


Aal-ALJAILANI

Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Ahmad bin Alwi al-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba’alawi.
Diberi gelar ‘Jailani’ , sebagai tabarukkan kepada Syaikh Abdul Qadir Jailani. Jailani adalah suatu tempat yang berada di negeri Parsi.
Waliyullah Muhammad bin Ahmad mempunyai anak bernama Syech, Hadar, Ahmad dan Abdurahman (kakek dari keluarga al-Junaid al-Achdor).


Aal-ALHAMID

Mereka keturunan dari waliyullah al-Hamid bin al-Syaikh Abi Bakar bin Salim.
Gelar al-Hamid disandang karena ayahnya menginginkan anaknya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah swt dengan selalu memuji-Nya.
Waliyullah Hamid al-Hamid dilahirkan di kota Inat, beliau dikaruniai 8 orang anak lelaki dan yang meneruskan keturunan hanya 5 orang, yaitu:
1.Muthahhar, keturunannya adalah al-Aqil Muthahhar.
2.Umar, keturunannya adalah al-Salim bin Umar ( sebagian besar di Indonesia )
3.Abdullah
4.Abu Bakar
5.Alwi
Waliyullah al-Hamid bin Syaich Abu Bakar wafat di Inat tahun 1030 Hijriyah.


Aal-ALHABSYI

Mereka adalah keturunan waliyullah Abu Bakar bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Assadilah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih Muqaddam.
Gelar yang disandang dikarena beliau sering bepergian ke kota Habasyah di Afrika dan beliau pernah tinggal di sana selama 20 tahun untuk da’wah Islam.
Waliyullah Abi Bakar bin Ali al-Habsyi lahir di kota Tarim, dikarunia seorang anak laki yang bernama Alwi. Alwi mempunyai 5 orang anak lelaki, 2 diantaranya menurunkan keturunannya, yaitu:
1.Ali , keturunannya berada di kota Madinah.
2.Muhammad al-Ashgor, mempunyai 4 orang anak:
a.Umar (keturunannya terputus di Tarim)
b.Ali (keturunannya sedikit di Makkah)
c.Abdurrahman, keturunannya berada di Palembang, Jambi , Siak dan Aceh.
d.Ahmad Shahib Syi’ib, mempunyai 9 orang anak:
1.Al-Hasan, keturunannya disebut al-Habsyi al-Rausyan.
2.Hadi, mempunyai dua orang anak bernama:
a.Idrus, meneruskan keturunan al-Habsyi al-Syabsyabah (diantara keturunannya adalah waliyullah al-Habib Nuh bin Muhammad bin Ahmad al-Habsyi di Singapura).
b.Abdurahman, adalah datuk waliyullah al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang (silsilah beliau lihat di Biografi Habib Ali bin Abdurahman al-Habsyi).
3.Alwi, keturunannya disebut al-Ahmad bin Zain adalah datuk waliyullah al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (Ampel Gubbah Surabaya)
4.Husein, mempunyai dua orang anak yaitu:
a.Shodiq (keturunannya di Hadramaut, Surabaya dan Malaka)
b.Muhammad, salah satu keturunannya adalah waliyullah al-Habib Alwi bin Ali bin Muhammad al-Habsyi (Masjid Ar-Riyadh, Solo)
5.Idrus (keturunannya di Yafi’ dan India)
6.Hasyim (keturunannya di
7.Syaich (keturunannya di Lihij dan Dasinah)
8.Muhammad
9.Umar.
Waliyullah Abu Bakar bin Ali bin Ahmad wafat di kota Tarim tahun 857 H.


Aal-ALHADDAD

Yang pertama kali dijuluki al-Haddad ialah waliyullah Ahmad bin Abi Bakar bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Al-Habib Ahmad bin Abi Bakar adalah seorang waliyullah yang menyembunyikan kewaliannya. Beliau digelari dengan al-Haddad karena sering bergaul dengan seorang pandai besi dan sering berada di tempat penempaan besi. Selain beliau ada pula seseorang yang bernama Ahmad dari golongan Alawiyin tang terkenal dan mempunyai banyak pengikut dan menyebut al-Habib Ahmad bin Abi Bakar dengan al-Haddad (pandai besi). al-Habib Ahmad bin Abi Bakar menjawab sebutan tersebut dengan memperlihatkan keramatnya, sehingga orang-orang mengetahui bahwa beliau adalah seorang waliyullah yang mempunyai derajat tinggi dan hati mereka tertempa dengan kejadian tersebut. Maka mereka menyebut al-Habib Ahmad bin Abi Bakar dengan al-Haddad (penempa kalbu).
Waliyullah Ahmad al-Haddad dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki yang bernama Alwi. Keturunan yang ke 31 dari Rasulullah saw ialah waliyullah al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad (Sohibur Ratib). al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad bersaudara dengan al-Habib Umar bin Alwi al-Haddad. Keduanya tidak pernah datang ke Indonesia. Keturunan al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad banyak berada di Jawa Timur, sedangkan keturunan al-Habib Umar bin Alwi al-Haddad sebagian besar berada di Pasar Minggu (termasuk al-Habib Alwi bin Thahir al-Haddad)
Waliyullah Ahmad bin Abi Bakar wafat di kota Tarim tahun 870 H.


Aal-BAHASAN (BANAHSAN)

Gelar Bahasan disandang oleh:
1.Keluarga Bahasan (Banahsan) As-Sakran , yaitu: Hasan bin Ali bin Abi Bakar al-Sakran (Kerajaan Siak yang dikenal dengan keluarga Bin Shahab)
2.Keluarga Bahasan Faqis, yaitu: Hasan bin Abdullah bin Abdurahman Assaqqaf.
3.Keluarga Bahasan al-Thowil, yaitu: Hasan bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi (Ammu al-Faqih)
4.Keluarga Bahasan Jamalullail, yaitu: Muhammad bin Abdullah bin Muhammad.


Aal-BAHUSEIN

Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Husein bin al-Imam Abdurahman Assegaf dan Ali bin Husein bin Ali bin Alwi bin Muhammad Maula al-Dawilah. Waliyullah Husein bin al-Imam Abdurahman al-saqqaf dilahirkan di Tarim, dikaruniai enam orang anak lelaki, dan yang meneruskan keturunannya tiga orang:
1.Abdurahman, menurunkan keturunan leluhur al-Bahsein dan al-Musawa
2.Ahmad, yang menurunkan keturunan leluhur Ahmad bin Husein al-Karbiy
3.Ali Makki, menurunkan keturunan leluhur Muhammad al-Zaitun, al-Bahusein.
Waliyullah Husein al-Bahsein wafat di Tarim tahun 896 H.


Aal-ALHIYYED


Mereka adalah keturunan dari waliyullah Abu Bakar bin Hasan bin Husein bin Syaich Abu Bakar bin Salim. Mereka diberi gelar al-Hiyyed karena datuk mereka bertempat tinggal di suatu tempat yang bernama Hiyyed di lereng gunung di Inat. Waliyullah Abdullah bin Abu Bakar lahir di Inat, dikaruniai seorang anak laki bernama Abu Bakar yang menurunkan keturunan al-Hiyyed di Indonesia.
Beliau wafat di kota Inat tahun 1169 H.


Aal-CHIRRID

Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi bin Muhammad Hamidan bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih Muqaddam. Dinamakan al-Chirrid karena beliau sering beribadah di Gua Chirrid di pegunungan Aqrun di Tarim. Ibadah yang dilakukannya antara lain bertafakur dengan akal dan hati serta ibadah jasad seperti yang dilakukan Rasul di gua Hira.
Waliyullah Alwi al-Chirrid wafat di Tarim tahun 808 H.


Aal-CHANEMAN


Mereka adalah keturunan yang dinisbahkan kepada waliyullah Ahmad bin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Wara’ bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih Muqaddam.
Gelar al-Chaneman berasal dari kata Chanam, sebagian penduduk Hadramaut menisbahkan kata tersebut kepada jenis buah kurma yaitu kurma chanam. Akan tetapi tidak diketahui apakah hal tersebut berhubungan dengan gelar di atas.
Waliyullah Ahmad bin Umar Chaneman dikarunia dua orang anak laki bernama: Umar dan Abdullah.
Waliyullah Ahmad bin Umar Chaneman wafat tahun 893 H di kota Tarim. 33.


Aal-CHAMUR

Al-Chamur ialah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Saleh bin Hasan bin Husein bin Syaikh Abi Bakar bin Salim
Gelar tersebut disandang karena datuk mereka bermukim di Chamur, suatu tempat yang terkenal di sebelah Barat Syibam.


Aal-MAULA CHAILAH


Yang pertama kali diberi gelar Maula-Chailah ialah waliyullah Abdurahman bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah.
Gelar tersebut disandang karena beliau bermukim di daerah pegunungan Chailah yang terkenal di sebelah Barat kota Tarim. Chailah berasal dari kata Khala yang berarti memelihara. Untuk selanjutnya kata tersebut diberikan kepada orang-orang yang memelihara ibadahnya.
Waliyullah Abdurahman Maula Chailah wafat di Tarim tahun 914 Hijriyah.


Aal-ALCHUUN

Yang pertama kali dijuluki al-Chuun ialah waliyullah Alwi bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah Ba’alawi.
Beliau diberi gelar al-Chuun, dikarenakan beliau tinggal di desa al-Chuun yang terletak sebelah Timur Hadramaut.
Keturunan waliyullah Alwi bin Abdurahman terputus pada abad kedua belas hijriyah.


MAULA AL-DAWILAH


Beliau adalah waliyullah Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Diberi gelar Maula al-Dawilah karena beliau bermukim di dusun Yabhar dekat makam nabi Hud as, di bagian Timur Hadramaut. Waliyullah Muhammad Maula Dawilah bersama para pengikutnya membangun rumah di dusun tersebut. Maka dusun Yabhar yang awalnya sepi menjadi ramai. Dusun itu disebut al-Dawilah yang artinya dusun lama. Waliyullah Muhammad digelari Maula al-Dawilah artinya pemimpin dusun Dawilah. Puteranya yang bernama Abdurahman Assaqqaf membangun pula sebuah kota di dekatnya yang dinamakan Yabhar. Desa yang pertama disebut Yabhar lama sedangkan desa yang kedua disebut Yabhar baru. Selanjutnya nama Maula al-Dawilah dikhususkan untuk anak Muhammad Maula al-Dawilah selain Syaikh Abdurahman Assaqqaf yang mempunyai gelar khusus.
Waliyullah Ahmad Maula al-Dawilah dilahirkan di kota Yabhar. Dikaruniai 4 orang anak lelaki , yaitu Abdurahman Assaqqaf, Ali, Abdullah dan Alwi.
Waliyullah Muhammad Maula al-Dawilah wafat di Tarim tahun 765 Hijriyah.


Aal AL-DZI’BU


Yang pertama kali dijuluki al-Dzi’bu ialah waliyullah Muhammad bin Salim bin Ahmad bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau berkelahi dengan seekor srigala yang menyerang sekumpulan kambing mereka dan beliau berhasil menangkap Srigala itu. Karena itulah beliau disebut al-Dzi’bu.


Aal-BARAQBAH


Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Mengenai gelar ini tidak didapat keterangan yang jelas, apakah beliau mempunyai pundak yang kuat , yang dalam bahasa Arab disebut Raqbah atau berhubungan dengan suatu tempat yang terdapat sumur dan pohon kurma dekat kota Tarim yang disebut ‘Baraqbah’.
Waliyullah Umar Baraqbah dilahirkan di Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki bernama Abdurahman.Beliau wafat tahun 895 H.


Aal-ALRUCHAILAH

Yang pertama kali dijuluki al-Ruchailah ialah waliyullah Muhammad bin Umar bin Ali bin Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau seorang yang tidak memiliki apa-apa, hanya mempunyai seekor anak kambing yang dalam bahasa Arabnya al-Rachilah. Kambing kesayangannya itu dipotong ketika ia menjamu makan tamunya. Tatkala beliau mengetahui bahwa hidangan itu habis tidak tersisa untuk keluarganya, beliau memohon kepada Allah swt agar kambing itu dihidupkan kembali sebagai rezeki untuknya. Allah mengabulkan doanya dengan dihidupkan kembali kambingnya.
Waliyullah Muhammad al-Rachilah dikarunia 5 orang anak lelaki yaitu: Hasan, Ali, Husin, Alwi , Salim. Yang meneruskan keturunannya bernama Salim yang biasa dikenal dengan al-Ruchailah Ba’Umar melalui anaknya yang bernama Umar.Umar mempunyai 2 anak yaitu Muhammad Ba’Umar (keturunannya di Indonesia) dan Ali Ba’Umar (keturunannya di Zailah Afrika).
Waliyullah Muhammad al-Ruchailah wafat di kota Tarim.


Aal-ALZAHIR

Mereka adalah keturunan waliyullah al-Zahir bin Husin bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashgor bin Abdurahman bin Syahabuddin al-Akbar. Dan gelar al-Zahir dinisbatkan juga kepada keturunan waliyullah Abdullah bin Muhammad al-Masyhur bin Ahmad bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashgor. Kedua keluarga tersebut bertemu pada al-Habib Muhammad bin Ahmad Syahabuddin al-Ashgor.
Gelar yang disandang karena cahaya wajah beliau yang indah berseri, indah dan jernih apalagi ketika beliau sedang berada di majlis memberikan pelajaran/nasehat.
Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Zahir lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki, satu diantaranya bernama Abdullah yang menurunkan keturunan al-Zahir yang berada di Indonesia.
Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Zahir wafat di Tarim tahun 1203


Aal-BASAKUTAH

Mereka adalah keturunan waliyullah Hasan bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Diberi gelar Hasan Sakutah atau dengan Basakutah, dikarenakan beliau seorang laki-laki yang banyak diam dan sedikit berbicara, dan jika berbicara hanya mengeluarkan kata-kata yang baik saja.


Aal-ALSAQQAF

Yang pertama kali digelari al-saqqaf ialah waliyullah al-Muqaddam al-Tsani al-Imam Abdurahman bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau sebagai pengayom para wali pada zamannya agar terhindar dari perkara bid’ah. Para ulama ahli hakikat dan para wali yang bijaksana menamakan beliau ‘al-Saqqaf’, karena beliau menutup hal keadaannya dari penduduk di zamannya. Beliau sangat benci dengan kesohoran. Ketinggian derajat beliau dari para wali di zamannya bagaikan kedudukan atap bagi rumah.
Beliau dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 13 anak lelaki, dan 7 orang meneruskan keturunannya: Abu Bakar As-Sakran, Alwi, Ali, Aqil, Abdullah, Husein dan Ibrahim.
Waliyullah Abdurahman Al-saqqaf wafat di Tarim tahun 819 H.


AL-SAKRAN

Beliau adalah Abu Bakar bin Abdurahman al-saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah.
Digelari dengan al-sakran , karena beliau mabuk dengan cintanya kepada Allah swt.
Waliyullah Abu Bakar al-sakran dikarunia lima orang anak laki, yaitu: Muhammad al-akbar, Hasan, Abdullah, Ali, dan Ahmad. Dari ketiga anaknya yang bernama Abdullah, Ali dan Ahmad menurunkan keluarga al-Aydrus, Syahabuddin, al-Masyhur, al-Hadi, al-Wahath, al-Munawar.
Waliyullah Abu bakar al-sakran wafat di Tarim tahun 821 Hijriyah.


Aal-BIN SUMAITH

Yang pertama kali digelari al-Bin Sumaith ialah waliyullah Muhammad bin Ali bin Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al- Faqih.
Gelar yang disandang karena di masa kecilnya ia dipakaikan oleh ibunya sebuah kalung dari benang yang biasa dipakai oleh anak kecil dan biasa disebut Sumaith. Ketika sedang berjalan kalung itu jatuh dan sang ibu enggan berbalik untuk mengambilnya. Ibu dan puteranya berjalan terus dan membiarkan kalung itu tertinggal, sedangkan orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut mengira sang ibu tidak mengetahui kalau kalung anaknya jatuh dan berusaha memberitahu dengan berteriak Sumaith. Maka semenjak itu anak tersebut dijuluki Semith.
Waliyullah Muhammad Bin Semith lahir di kota Tarim, dikaruniai seorang anak laki bernama Abdullah yang menurunkan keturunannya di Tarim, Syibam, Taribah, Goroh (Hadramaut), Zanzibar dan Indonesia (Kalimantan, Manado, Sumba, Denpasar, Madura, Jakarta, Surabaya, Semarang, Pekalongan)
Waliyullah Muhammad Bin Semith wafat di Tarim tahun 950 Hijriyah.


Aal-BIN SUMAITHAN

Yang pertama kali dijuluki al-Bin Semithan ialah waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau seorang lelaki yang giat, mempunyai tumbuh kecil dan bertempat tinggal di suatu Badiyah Hadromiyah yang penduduknya merupakan orang yang giat bekerja.


Aal-ALSIRY

Mereka adalah keturunan walyullah Ali bin Umar bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail bin Hasan al-Mualim bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Beliau diberi gelar dengan al-Sirry sebagi tabarruk kepada seorang waliyullah yang termasyhur yaitu al-Syaich al-Seri al-Saqthi.
Waliyullah Ali al-Seri lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki: Ahmad, Aqil dan Umar. Waliyullah Ali al-Seri wafat di kota Tarim tahun 1053 H.


Aal-BIN SAHAL

Mereka bernasab kepada waliyullah Sahal bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Jamalullail bin Hasan bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi. Beliau dinamakan Sahal karena bertabarruk kepada al-Sayid Sahal al-Tastari.
Waliyullah Sahal bin Ahmad lahir di kota Tarim, dikaruniai 3 anak lelaki, 2 diantaranya meneruskan keturunan belia yaitu Alwi dan Ahmad.
Waliyullah Sahil bin Ahmad wafat di Tarim tahun 973 H.


Aal-ALSYATHRI

Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau selalu membagi dua harta yang dimilikinya kepada saudara kandungnya al-Habib Abubakar al-Habsyi. Membagi dua dalam bahasa Arabnya adalah Syathara.
Waliyullah Alwi al-syathri lahir di Tarim, dikarunia 5 orang anak lelaki, dan 2 diantaranya yang meneruskan keturunan, yaitu: Muhammad dan Umar.
Waliyullah Alwi Al-syathri wafat di Tarim tahun 843 H.


Aal-SYABSYABAH

Mereka adalah keturunan waliyullah Idrus bin al-Hadi bin Ahmad Shahib Syi’ib bin Muhammad al-Ashgor bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi.
Syabsyabah adalah nama dari satu jenis pohon kurma yang istimewa dan masyarakat lebih suka kalau kurma itu dalam keadaan mengkal (setengah matang). al-Habib Idrus bin al-Hadi dinamakan Syabsyabah karena beliau mempunyai pohon kurma tersebut sebagai hasil kerja keras orang tua mereka.


Aal-ALSYILI

Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Abu Bakar bin Alwi al-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba’alawi.
Datuk mereka digelari dengan ‘Syillih’ sebagai fiil amer dengan makna ‘bawalah atau ambillah’. Adapun gelar ini tidak di dapat keterangan yang jelas.
WaliyullahAbdullah bin Abi Bakar al-Syili dikarunia tiga orang anak laki bernama: Abubakar, Ahmad dan Aqil. Dari anaknya yang bernama Abu bakar dikarunia cicit yang bernama Muhammad bin Abi bakar bin Ahmad bin Abibakar bin Abdullah al-Syili, penulis kitab al-Masra’ al-Rawi yang berisi biografi tokoh ulama Alawiyin.


Aal-BASYUMAILAH


Mereka bernasab kepada waliyullah Abu Bakar bin Abdullah bin Abdurahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah.
Pada zamannya tersebar berita bahwa beliau telah mendapatkan karomah dari Allah swt. Beliau adalah seorang yang hidupnya selalu dalam kesulitan dan hidup sebagai seorang zahid. Dalam perjalanannya menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, beliau ketinggalan kapal yang akan dinaikinya, timbullah rasa sedih dan sesal pada dirinya karena khawatir tidak dapat menunaikan ibadah haji, sedangkan yang ada pada dirinya hanya sehelai selimut (syamilah), lalu waliyullah Abu Bakar menghamparkan syamilahnya di tepi pantai lalu naik ke atasnya, maka meluncurlah selimut itu dengan cepat hingga mendahului kapal yang meninggalkannya. Kejadian tersebut disaksikan oleh orang ramai, maka sejak itu beliau dinamakan dengan Basyumailah.
Waliyullah Abu Bakar Basymilah lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki yaitu Ahmad dan Abdullah. Beliau wafat di kota Tarim tahun 843 H


Aal-SYAHABUDDIN


Yang pertama kali dijuluki Syahabuddin ialah waliyullah Ahmad bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin bin Abdurahman bin al-Syaich Ali bin Abu Bakar As-sakran bin Abdurahman Assegaf.
Syahabuddin adalah gelar yang dinisbahkan kepada para ulama yang agung dan terkenal dengan keluasan ilmu mereka dan banyak mempunyai karya tulisan pada zamannya. al-Habib Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan cucu beliau al-Habib Ahmad Syahabuddin al-Ashgor adalah dua orang waliyullah yang terkenal dan pantas menggunakan gelar tersebut, maka keduanya diberi gelar Syahabuddin. Hal itu disebabkan keagungan dan keluasan ilmu mereka. Bagi setiap anak cucu al-Habib Syahabuddin al-Ashgor disebut Bin Syahab kecuali beberapa keluarga mereka yang dikenal dengan gelar lain seperti al-Masyhur dan al-Zahir. Adapun Aal-alhadi, mereka adalah anak cucu pamannya yaitu al-Habib Muhammad al-Hadi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan anak cucu saudaranya al-Hadi bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar. Waliyullah Syahabudin al-Akbar lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki
1. Muhammad al-Hadi, keturunannya al-Bin Syahab al-Hadi. Cucunya bernama:
a.Ali bin Idrus bin Muhammad al-Hadi. Keturunannya berada di Palembang, Jakarta dan Pekalongan.
b.Syihabuddin bin Idrus bin Muhammad al-Hadi, keturunannya berada di Malaysia dan Singapura.
2. Umar, keturunannya al-Syahab al-Mahjub (Palembang)
3. Abdurahman al-Qadi bin Syahabudin al-Akbar, dikarunia 4 orang anak lelaki:
a.Abu Bakar, keturunannya di Zhufar, Amman, Palembang.
b.Abdullah, keturunannya di Malabar.
c.Muhammad al-Hadi bin Abdurahman al-Qadhi, keturunannya disebut al-Hadi.
d.Syahabuddin bin Abdurahman al-Qadhi (Ahmad Syahabuddin al-Ashgor), keturunannya: al-Bin Husein, al-Bin Idrus, al-Bin Zain. Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-Ashgor wafat di Tarim tahun 1036, keturunannya al-Masyhur dan al-Zahir.
Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-Akbar wafat di Tarim tahun 946 Hijriyah.


Aal-BASYAIBAN

Mereka bernasab kepada waliyullah Abu Bakar bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Syaiban berasal dari kata al-Syaibu yang artinya beruban. Beliau diberi gelar dengan al-syaiban karena berusia lanjut dan mempunyai rambut putih, hal tersebut menambah kebesaran dan kewibawaan beliau.
Waliyullah Abu Bakar Basyeban lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki, satu diantaranya yaitu: Ahmad Basyeban.
Waliyullah Abu Bakar Basyeban wafat di Tarim tahun 807 H.


Aal-SYAICH ABU BAKAR BIN SALIM


Yang pertama kali dijuluki al-Syaich Abu Bakar Bin Salim ialah waliyullah Abu Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurahman bin Abdullah bin al-Imam Abdurahman Assegaf.
Gelar yang disandang karena beliau seorang guru besar dalam ilmu agama dan seorang pemimpin. Beliau adalah seorang sufi yang bergelar wali quthub.
Waliyullah Syaich Abu Bakar bin Salim lahir di kota Tarim pada tahun 919 H, dikaruniai 13 anak lelaki dan yang menurunkan keturunannya 9 orang anak, bernama: Husin, Hamid, Umar, Hasan, Ahmad, Soleh, Ali, Syaichon, Abdullah. Dari anak-anaknya tersebut diantaranya menurunkan keluarga al-Hamid, al-Muhdharm al-Khiyyid, al-Khamur, al-Haddar, Abu Futhaim, dan Bin Jindan.
Waliyullah Syaich Abu Bakar bin Salim wafat di kota Inat tahun 992 Hijriyah.


Aal-SYAICHON DAN Aal BIN SYAICHON

Keluarga Asy-Syaichon dan Bin Syaichon disandang oleh beberapa waliyullah, diantaranya:
1.Al-Bin Syaichon: Syaichon bin Muhammad bin Syaichon bin Muhammad bin Syaichon bin Husein bin Ahmad shohib Syi’ib bin Muhammad bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi.
2.Al-Syaichon: Bin Aqil bin Salim (Saudara Syaikh Abu Bakar bin Salim)
3.Al-Syaichon: Bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim
4.Al-Syaichon: Bin Abdullah Abud bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah dari keluarga Ba’bud.
5.Al-Syaichon: Bin Ali bin Hasyim bin Syech bin Muhammad bin Hasyim (dari keluarga Bahasan).


SHAHIB AL-HAMRA’

Yang pertama kali dijuluki Shahib al-Hamra ialah waliyullah Umar bin Abdurahman bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang , dikarenakan beliau tinggal di Hamra nama kota yang terkenal di Yaman.
Keturunan waliyullah Umar bin Abdurahman adalah keluarga Balghaits.


SHAHIB AL-HUTHOH

Yang pertama kali dijuluki Shahib al-Huthoh ialah waliyullah Ali bin Muhammad bin Abdullah bin al-Faqih Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau tinggal di Huthoh daerah yang terletak sebelah Barat kota Tarim, Hadramaut.


SHAHIB AL-SYI’IB

Yang pertama kali dujuluki Shahib al-Syi’ib ialah waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Asghor bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau dimakamkan di Syi’ib. Di tempat itu pula dimakamkan kakeknya al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa. Daerah tersebut terletak diantara kota Tarim dan Seiwun.


SHAHIB QASAM

Yang pertama kali dijuluki Shahib Qasam ialah waliyullah Ahmad bin Alwi Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba’alawi.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau pindah dari Tarim ke Qasam. Qasam merupakan kota yang didirikan oleh al-Imam Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Di kota tersebut beliau menanam pohon kurma untuk mengingatkannya terhadap kota Qasam di Basrah yang merupakan milik kakeknya al-Muhajir Ahmad bin Isa.
Waliyullah Ahmad Qasam bin Alwi Syaibah dikarunia lima orang anak laki, bernama: Alwi, Husin, Abubakar, Abdurahman, Abdullah dan Muhammad (menurunkan keluarga al-Junaid al-Achdhor)


SHAHIB MARBATH

Yang pertama kali dijuluki Shahib Marbath ialah waliyullah Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau tinggal di Marbath Zhufar, sebelumnya beliau tinggal di Tarim yang dinamakan dengan zhufar lama.


SHAHIB MARYAMAH

Yang pertama kali dijuluki Shahib Maryamah ialah waliyullah Ahmad bin Alwi bin Abdurahman Assaqqaf.
Gelar yang disandang , dikarenakan beliau tinggal di Maryamah suatu kota yang terletak dekat Seiwun.


Aal-BASUROH

Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad al-Mualim bin Hasan bin At-Thawil bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad al-Faqih bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Diberi gelar Basurroh karena beliau memiliki sebuah bungkusan (surrah) yang selalu dijaga dan dibawa kemana saja beliau pergi, sehingga semua orang mengira bungkusan itu berisi barang-barang berharga. Akan tetapi setelah beliau wafat bungkusan tersebut dibuka dan ternyata isinya kitab-kitab agama yang selalu dibaca selama hidupnya.
Waliyullah Abdurahman Ba-Surroh lahir di kota Tarim, dikarunia seorang anak lelaki bernama Muhammad.
Waliyullah Abdurahman Ba-Surroh wafat di Tarim tahun 888 H.


Aal ALSHULAIBIYAH

Mereka adalah salah satu keluarga dari Aal Alaydrus. Datuk mereka ialah waliyullah Husein bin Abdullah bin Syaich bin Abdullah al-Aydrus bin Abi Bakar al-Sakran bin Abdurahman Assaqaf.
Gelar yang disandang beliau berhubungan dengan jalur ibunya. al-Syarifah Aisyah binti Abi Bakar bin Abdullah Basyamilah adalah yang pertama digelari dengan al-Shulaibiyah. Selanjutnya gelar tersebut melekat kepada puterinya Alwiyah binti Abdullah bin Alwi Bajahdab dan kepada cucunya Fathimah isteri dari al-Habib Husin, maka gelar al-Shulaibiyah pun melekat kepada al-Habib Husin dan keturunannya. al-Shulaibiyah berasal dari kata al-Sholaba yang mempunyai arti teguh. al-Syarifah Aisyah diberi gelar tersebut karena mempunyai pendirian yang teguh terutama dalam menjalankan ajaran agama Islam.
Waliyullah Ahmad al-Shalabiyah lahir di kota Tarim, dikaruniai 7 orang anak lelaki yaitu: Abu Bakar dan Abdullah (keturunannya berada di India), Ali, Muhammad, Abdurahman, Husein dan Syaich (keturunannya sebagian besar berada di Indonesia).
Waliyullah Ahmad al-Shalabiyyah wafat di Tarim tahun 1028 H.


Aal AL-SHAFI AL-JUFRI

Mereka adalah keturunan waliyullah Syaichan bin Alwi bin Abdullah Attarisi bin Alwi al-Chowas bin Abu Bakar al-Djufri bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Syahid bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar al-Shofi karena pada diri beliau melekat sifat-sifat yang suci (Safail-Qalbu) dan juga ayahnya memberi nama sesuai dengan nama leluhurnya al-Shafi
Waliyullah Syaichan al-Shafi lahir di kota Makkah, dikaruniai 3 orang anak lelaki yaitu Maqbul, Umar, Abdullah. Dua diantaranya meneruskan keturunan beliau yaitu Umar dan Abdullah.
Waliyullah Syaichan As-Shafi wafat di kota Makkah tahun 1089 H.


Aal AL-SHAFI AL-SAQQAF

Mereka adalah keturunan waliyullah Umar al-Shafi bin Abdurahman al-Mualim bin Muhammad bin Ali bin Abdurahman al-Saqqaf.
Pemberian gelar al-Shofi karena beliau mempunyai kejernihan hati dan pikiran, kebersihan perasaan, kelembutan tabiat. Waliyullah Umar al-Shafi wafat di kota Tarim


Aal-THAHA

Mereka adalah keturunan Thaha bin Umar al-Shafi bin Abdurahman al-Mualim bin Muhammad bin Ali bin Abdurahman al-Saqqaf dan juga keturunan cucunya al-Habib Thaha bin Umar bin Thaha bin Umar al-Shafi.
Thaha adalah salah satu nama Rasulullah saw. Mereka menamakan dengan Thaha karena bertabarruk kepada Rasullah saw.


Aal AL-THAHIR

Mereka adalah keturunan waliyullah Thahir bin Muhammad bin Hasyim bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad al-Faqih bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Waliyullah Thahir bin Muhammad lahir di kota Tarim, dikaruniai 5 orang anak lelaki dan hanya seorang saja yang meneruskan keturunannya bernama Husein.
Waliyullah Thahir bin Muhammad wafat di kota Tarim tahun 1163 Hijriyah.


Al-ADANI

Yang pertama kali digelari al-Adani ialah waliyullah al-Quthub Abu Bakar bin Abdullah al-Aydrus bin Abu Bakar al-Sakran.
Soal gelar yang disandang karena beliau meninggalkan tempat kelahirannya, kota Tarim berhijrah ke kota Aden di Yaman Selatan dan sampai akhirnya beliau bermukim di kota Aden tersebut karenanya beliau di juluki al-Adani. Waliyullah al-Quthub Abu Bakar bin Adullah al-Aydrus begitu pertama kali memasuki kota Aden, maka turun hujan susu di kota Aden tersebut.
Waliyullah Abu bakar al-Adani dilahirkan di kota Tarim dan dikarunia seorang anak bernama Ahmad. Ahmad dan kedua anaknya Aqil dan Muhammad tidak mempunyai keturunan.Waliyullah Abu bakar al-Adani wafat tahun 914 H di kota Aden.


Aal-AZHAMAT CHAN

Mereka adalah keturunan dari Abdul Malik bin Alwi Ammu al-Faqih. Di India mereka dikenal dengan gelar Azhamat yang dalam bahasa Urdu adalah suatu gelar yang menunjukkan atas kemuliaan dan kehormatan. Sedangkan Chan artinya keluarga. Jadi Azhamat Chan adalah keluarga yang mulia dan terhormat. Dari India, sebagian mereka berhijrah ke Siam, Kamboja dan Indonesia. Diantara mereka adalah para ulama yang dikenal dengan Wali Songo.


Aal-AQIL

Al-Aqil adalah gelar yang diberikan untuk anak cucu waliyullah:
1.Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman al-Saqqaf.
2.Aqil bin Muthohhar bin al-Hamid bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
3.Aqil bin Abdullah bin Umar bin Yahya.
Aqil bin Salim bin Abdullah dikarunia 5 orang anak lelaki: Salim, Syaichon , Muhammad , Zein (keturunannya al-Agil bin Salim di Lisik), Abdurahman yang dikenal dengan al-Atthas bin Aqil bin Salim


Aal-BA’AQIL

Mereka adalah keturunan waliyullah Aqil bin al-Imam Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Waliyullah Aqil bin Abdurrahman Assegaf dilahirkan di kota Tarim. Dikarunia 1 orang anak lelaki yang bernama Abdurrahman. Abdurrahman bin Aqil dikarunia 3 orang anak lelaki:
1.Hasan
2.Muhammad al-Mualim Ba’aqil
Hasan dan Muhammad al-Hadi menurunkan keturunan ‘al-Ba’aqil al-Seqqaf ‘
3.Umar, menurunkan keturunan al-Ba’aqil (Abdullah & Abdurahman).
Waliyullah ‘Aqil bin Abdurrahman Assegaf wafat tahun 871 H di kota Tarim.



Aal-BA’ALAWI

Sebagaimana telah diketahui bahwa setiap orang yang bernasab kepada Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far al-Shadiq sampai kepada akhir nasab yang mulia, maka disebut Ba’alawi.
Ada beberapa qabilah yang tidak bergelar dengan gelar tertentu, mareka itu dikenal dengan gelar Ba’alawi seperti Aal-Ba’alawi yang bernasab kepada Abu Bakar al-Wara’.



Aal-ALI LALA

Beliau adalah al-Habib Ali Lala bin Ahmad al-Mualim bin Hasan al-Thawil bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Gelar Lala dalam bahasa Urdu artinya hartawan. Jadi Ali Lala adalah Saudagar Ali.


Aal-ALATTHAS

Mereka adalah keturunan waliyullah Abdurrahman bin Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf.
Menurut Habib Ali bin Hasan al-Attas (shohib al-Mashad) dalam kitabnya al-Qirthos Fi Manaqib al-Habib Umar bin Abdurahman al-Attas mengatakan bahwa pemberian gelar al-Attas dikarenakan keramatnya, yaitu bersin dalam perut ibunya seraya mengucapkan Alhamdulillah, yang mana perkataan tersebut didengar oleh ibunya. Menurut Habib Ali yang pertama kali bersin dalam perut ibunya yaitu Aqil bin Salim, saudara kandung Syaikh Abu Bakar bin Salim, selanjutnya gelar tersebut dipakai oleh anaknya yang bernama Abdurahman. Sedangkan anaknya yang bernama Muhammad dan Zein memakai gelar al-Aqil bin Salim. Syaikh Muhammad bin Ahmad Bamasymus al-Amudi berkata: ‘Tidak ada al-Idrus kecuali Abdullah dan tidak ada al-Attas kecuali Umar’. Bersin bahasa Arabnya athasa dan orang yang bersin disebut al-Aththas. Waliyullah Abdurahman bin Aqil bin Salim dilahirkan di kota Lisik. Beliau dikarunia lima orang anak lelaki, tiga diantaranya melanjutkan keturunan beliau, yaitu;
1.Abdullah, keturunannya berada di Yafi’ (Hadramaut )
2.Aqil, keturunannya al-Attas al-Aqil (Khuraidhoh)
3.Umar (Sohibur Ratib) keturunannya sebagian besar berada di Indonesia. Beliau dikarunia 9 orang anak lelaki, tetapi yang menruskan keturunan beliau hanya 4 orang, yaitu:
a.Husein, menurunkan keturunan al-Attas yang disebut al-Muchsin, al-Hamzah al-Ahmad, al-Thalib, al-Umar, al-Hasan, al-Ali, al-Abdullah.
b.Salim, keturunannya berada di Khuraidhoh, Jubail, India, Pekalongan, Penang dan Katiwar.
c.Abdullah, keturunannya berada di Amud, Inaq, Jadfaroh, Luhrum, Jawa dan di Bihan (Syihir).
d.Abdurrahman, keturunannya di Khuraidhoh, Luhrum, Jawa dan India.
Waliyullah Abdurrahman bin Aqil bin Salim wafat di kota Huraidhoh.


Aal AL-AYDRUS

Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Abi Bakar al-Sakran bin Abdurrahman Assegaf. Sebab dinamakan al-Aydrus menurut pengarang kitab al-Masra’ karena gelar tersebut merupakan gelar pemimpin para wali dan nama yang agung untuk seorang sufi. Dan ada pula yang mengatakan nama al-Aydrus berasal dari kata Utayrus yang dalam bahasa Indonesia berarti bersifat seperti Macan atau Singa. Tidak diragukan lagi bahwa Singa adalah raja hutan dan Aidrus adalah pemimpin para wali di zamannya. Di samping itu gelar tersebut adalah pemberian dari datuknya, karena pada masa kecilnya beliau selalu dipanggil oleh datuknya Waliyullah Abdurrahman Assegaf dengan julukan Utayrus.
Beliau dilahirkan di kota Tarim pada bulan Dzulhijjah tahun 811 H. Dikaruniai 5 orang anak lelaki: Abu Bakar, Muhammad, Alwi, Syech dan Husin. Dari kelima anak lelaki hanya 3 yang meneruskan keturunan beliau yaitu:
1.Alwi, yang menurunkan keturunan al-Aydrus: al-Ahmad al-Muhtaji. Keturunannya berada di Bor, di Syam, di Dhafar (Hadramaut) dan di Jawa.
2.Husein, menurunkan keturunan al-Aydrus: al-Umar bin Zain, al-Ismail, al-Hazem, al-Tsiby, al-Ma’igab (menurunkan: Ahmad Syarim, Hasan bin Abdullah, Abbas bin Abdullah, Waliyullah Habib Husein Bin Abu Bakar, luar batang)
3.Syaich, menurunkan keturunan al-Aydrus: al-Shalabiyah dan Ali Zainal Abidin.
Waliyullah Abdullah bin Abi Bakar Sakran wafat pada tanggal 12 Ramadhan 865 H di perjalanan antara Syihir dan Tarim (Hadramaut).



Aal-AIDID

Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad Maula Aidid bin Ali Shahib al-Huthah bin Muhammad bin Abdullah al-Faqih bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Gelar al-Aidid diberikan karena beliau bermukim di suatu dusun yang tidak berpenduduk disebut “Wadi Aidid” yaitu dusun yang terletak di daerah pegunungan sebelah Barat Daya kota Tarim dan mendirikan sebuah masjid untuk tempat beribadah dan beruzlah (mengasingkan diri) dari keramaian. Desa Aidid menjadi semerbak dan terang berderang dengan sinar keberkahan dari al-habib Muhammad.
Waliyullah Muhammad Maula Aidid dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 4 orang anak lelaki: Alwi, Abdullah, Abdurahman dan Ali. Dari 4 orang anaknya hanya 3 orang yang meneruskan keturunannya. Yang bernama Abdullah dan Abdurrahman dijuluki dengan gelar Bafaqih yang kemudian menjadi leluhur al-Bafaqih. Sedangkan anaknya yang bernama Ali tetap dijuluki Aidid yang kemudian menurunkan keturunan al-Aidid.
Waliyullah Muhammad Maula Aidid wafat tahun 862 H di kota Tarim.


Aal-BA’UMAR

Mereka adalah keturunan Ali bin Umar bin Salim bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Yang terkenal dengan Ba’Umar adalah datuk dari Ali bin Umar seorang wali yang mempunyai derajat tinggi di sisi Allah swt.


Aal-AUHAJ

Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi Auhaj bin Ali bin Abu Bakar al-Facher bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammul Faqih.
Beliau digelari dengan Auhaj karena bermukim di dusun yang disebut Auhaj Yaman. Waliyullah Alwi al-Auhaj dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 3 orang anak yaitu Ahmad , Ali dan Abdullah. Waliyullah Alwi al-Auhaj wafat pada tahun 887 H di Tarim (Hadramaut).


Aal-BA’BUD

Perkataan Abud adalah sifat untuk orang yang banyak melakukan ibadah dan kadang dipakai sebagai gelar untuk orang yang bernama Abdullah seperti datuk al-Ba’abud dan salah seorang dari mereka yaitu Waliyullah Abdullah (Abud) bin Muhammad Maghfun bin Abdurahman Babathinah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
1. Al-Ba’abud Maghfun, yang pertama kali menyandang gelar Ba’abud adalah anak dari Waliyullah Abdullah bin Muhammad Maghfun yaitu: Muhammad Ba’abud Maghfun. Beliau digelari dengan ‘Maghfun’ karena suka beruzlah dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah swt. Waliyullah Muhammad Maghfun dilahirkan di kota Tarim, keturunan beliau berada di Bor Hadramaut, Madinah al-Munawwaroh, Mesir dan Indonesia. Waliyullah Muhammad Abud wafat di kota Tarim pada tahun 975 H.
2. Al-Ba’bud Dubjan, mereka adalah keturunan Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, disandang oleh Waliyullah Abdullah Abud bin Ali Dubjan bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Ba’alawi. Tentang sebutan Dubjan diartikan dengan dua pengertian yaitu: pertama, Dubjan diartikan sebuah dusun di Hadramaut, dimana ayah dari Waliyullah Abdullah Abud yaitu Ali bin Ahmad bermukim di dusun Dubjan tersebut. Kedua, Dubjan diartikan dengan keindahan atau keperkasaan. Mungkin keluarga Waliyullah Abdullah bin Ali tersebut adalah orang-orang yang gagah perkasa dan pemberani. Waliyullah Abdullah Abud dilahirkan di kota Gasam dan wafat pada tahun 816 H. Keturunan beliau berada di Ghaiydhah, di Difar, di India dan di Indonesia.
3. Al-Ba’bud Charbasyan, keturunan Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang menyandang gelar ini adalah Waliyullah Abdullah Abud bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin al-Faqih. Tentang sebutan Charbasyan diartikan sebuah dusun disekitar kota Makkah al-Mukarromah, dimana leluhur Waliyullah Ahmad bin Abi Bakar bermukim di dusun tersebut. Beliau dilahirkan di kota Makkah al-Mukarromah dan wafat di kota Tarim pada tahun 947 H.



AL-GHAZALI

Mereka adalah qabilah dari keluarga al-Baiti tang berbangsa kepada Abu Bakar bin Ibrahim bin Abdurahman al-Saqqaf. Dan yang pertama kali diberi gelar al-Ghazali ialah Ahmad bin Muhammad al-Masyhur bin Abdullah bin Salim bin Abdullah. Ayah beliau memberi gelar dengan gelar ini karena berharap agar puteranya menjadi seperti Imam al-Ghazali walaupun hanya untuk sebagian ilmu dan amalnya.


Aal AL-GHUSNU

Mereka adalah keturunan Abu Bakar al-Ghusnu bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamallullail bin Hasan bin Muhammad Asadullah bin Hasan bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar al-Ghusnu diberikan karena beliau seorang yang lembut dan rendah hati terhadap masyarakat sekitarnya dan selalu berbaik hati kepada keluarganya.


Aal AL-GHAMRI

Mereka adalah qabilah dari keluarga Ba’abud al-Charbasyan. Dan yang pertama kali digelari dengan al-Ghamri ialah Muhammad bin Ahmad bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Abdurahman bin Abdullah bin Abud bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Pemberian gelar al-Ghamri karena saat beliau hijrah dari Hadramaut ke Madinah al-Munawaroh terlihat keramatnya yang sempurna. Orang Arab menyebutnya al-Ghumri yang berarti air yang banyak, dan orang menggelarinya dengan al-Ghamri karena beliau seorang yang dermawan dan lapang dada.


Aal-BALGHAITS

Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Abdurahman Shahib al-Hamra’. Gelar yang disandang karena datuk beliau memberinya nama dengan al-Ghaits, sebagai tabaruk kepada seorang waliyullah yang terkenal Abul-Ghaits bin Jamil.
Keturunan berada di Timur Tengah dan Indonesia (sebagian besar ada di Kalimantan). Waliyullah Umar bin Ahmad al-Balghaits wafat di Lahij.


Aal AL-GHAIDHI

Beliau adalah Abu Bakar bin Abdullah bin Ahmad bin Abu Bakar al-Wara’ bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau digelari dengan al-Ghaidhi karena bertempat tinggal di suatu daerah al-Ghaidhoh di pantai Timur Hadramaut yang banyak ditumbuhi pepohonan.



Aal-FAD’AQ

Fad’aq adalah sejenis Harimau. Leluhur Alawiyin yang mendapat gelar ini karena mempunyai sifat kuat dan berani seperti Harimau saat berda’wah. Fad’aq mempunyai tiga keluarga yaitu;
1. Keturunan waliyullah Umar Fad’aq bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Beliau dilahirkan di jami Gasam hadramaut dan diberi 6 orang anak lelaki, 3 orang diantaranya menurunkan keturunannya
a.Ali, menurunkan al-Fad’aq Abunumai, keturunanya hanya ada di Magad dan di Dhifar Hadramaut.
b.Alwi, keturunannya hanya ada di India.
c.Ibrahim, keturunanya hanya berada di Gasam, di Dhifar di Magad dan Yaman Utara.
Waliyullah Umar Fad’aq bin Abdullah Wathab wafat di Jami’ Gasam pada tahun 910 Hijriyah.
2. Keturunan waliyullah Fad’aq bin Muhammad bin Abdullah bin Mubarak bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Beliau dilahirkan di Baydlo’ dan dikaruniai 5 anak, yang meneruskan keturunan beliau hanya 3 anak yaitu: Hasan, Aqil dan Abdullah yang keturunannya banyak di Indonesia. Beliau wafat di kota Baydlo’ tahun 1000 H.
3. Keturunan waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah yang dikenal dengan sebutan Baiti Fad’aq.



Aal-BAFAQIH

Al-Bafaqih disandang oleh dua orang yaitu: Abdurrahman bin Muhammad Maula Aydid dan Abdullah bin Muhammad Maula Aydid. Gelar Bafaqih berarti Ibnu Faqih. Beliau alim dalam ilmu fiqih sebagaimana kakeknya yang alim dan menguasai ilmu fiqih.
Waliyullah Abdurrahman Bafaqih dilahirkan di kota Tarim dan dikaruniai 5 orang anak, 3 diantaranya meneruskan keturunannya yaitu: Ahmad, Zain dan Atthayib. Waliyullah Abdurrahman Bafaqih wafat pada tahun 884 H.
Waliyullah Abdullah Bafaqih dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 3 orang anak, 2 diantaranya meneruskan keturunannya yaitu: Husein dan Ahmad. Beliau wafat beberapa tahun sesudah saudaranya Abdurrahman Bafaqih wafat.


Aal-BILFAQIH

Bilfaqih ialah gelar yang dinisbahkan kepada waliyullah Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman al-Asqo’ bin Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih Muqaddam.. Gelar Bilfaqih didapat karena beliau dikenal sebagai seorang ahli fiqih dan mengikuti jejak ayahnya.
Waliyullah Abdurrahman bin Muhammad Bilfaqih dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai enam orang anak laki yaitu: Ali, Alwi, Muhammad, Abubakar, Husin, Ahmad. Dari enam orang anak laki yang melanjutkan keturunan beliau hanya dua orang anak: Husein dan Ahmad.
Waliyullah Abdurrahman bin Muhammad Bilfaqih wafat di kota Tarim tahun 966 H



AL-FAQIH AL-MUQADDAM

Yang pertama kali di juluki al-Faqih al-Muqaddam ialah waliyullah al-Ustadz al-A’zhom Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath.
Gelar yang disandang karena beliau seorang faqih yang menguasai ilmu fiqih dan karena beliau pula negeri Hadramaut menjadi negeri yang aman. Di samping itu, waliyullah Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam seorang yang berjalan pada thariqah kefaqiran. Julukan al-Muqaddam yang diberikan kepadanya, karena beliau seorang yang terkemuka/panutan. Makam beliau adalah tempat pertama dikunjungi oleh para penziarah di perkuburan Zanbal Tarim.



Aal-BAFARAJ

Aal-Bafaraj ialah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Faraj bin Ahmad al-Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Gelar didapat karena ayah beliau menamakan Faraj ( berarti senang atau berkah ) dengan tujuan agar anaknya menjadi orang yang saleh penuh dengan kesenangan dan keberkahan dari Allah swt.
Waliyullah Faraj bin Ahmad dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 4 orang anak lelaki : Abu bakar, Umar, Abdullah dan Alwi. Waliyullah Faraj bin Ahmad wafat di kota Tarim tahun 876H.



Aal-ABU FUTHAIM

Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Abu bakar bin Ahmad bin Ali bin Hasan bin Syaich Abi Bakar bin Salim.
Gelar disandang karena beliau mempunyai anak perempuan yang bernama Fatimah yang berasal dari kata Fatama , maka orang-orang menjuluki Abu-Futhaim.
Waliyullah Muhammad Abu Futhaim dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 5 orang anak, 4 diantaranya meneruskan keturunannya yaitu: Abdurrahman, Husein, Umar dan Alwi. Waliyullah Muhammad Abu Futhaim wafat di kota San’a Yaman Utara.


AL-FARDY

Yang pertama kali di juluki al-Fardy ialah waliyullah Abdullah bin Alwi bin Ali bin Abi Bakar al-Facher bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Gelar yang disandang karena beliau terkenal sebagai ahli ilmu Faraid di zamannya sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Masyra’.



Aal AL-QADRI

Yang pertama dijuluki al-Qadri ialah waliyullah Aqil bin Abdullah bin Muhammad bin Salim bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad Jamallullail
Al-Qadri adalah suatu kata yang berasal dari kalimat qadarullah yaitu takdir Allah swt. Adapun sebab diberi gelar al-Qadri karena beliau selalu menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah swt yang terlihat dari perkataan dan perbuatannya.
Pendiri kota Pontianak Abdurahman bin Husein al-Qadri adalah keturunan dari Salim bin Abdullah saudara Aqil bin Abdullah. Waliyullah Aqil bin Abdullah al-Qadri wafat di Tarim.



Aal-QUTHBAN

Mereka bersambung nasabnya kepada waliyullah Quthban bin Aqil bin Ahmad bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman Assaggaf. Dinamakan Quthban karena beliau adalah seorang yang gagah berani dalam mengalahkan musuh-musuhnya.


Aal-QORI’


Yang pertama kali dijuluki al-Qari ialah waliyullah Abdurahman bin Ibrahim bin Abdullah bin Abdurahman Assaqqaf. Gelar yang disandangkan, karena beliau adalah seorang qari yang terkenal.


Aal AL-KAF


Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Djufri. Gelar yang disandang mempunyai dua versi:
1.Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf dapat mengalahkan seseorang yang mengaku dirinya jagoan yang mempunyai kekuatan luar biasa. Kekuatan yang luar biasa itu dalam bahasa Hadramaut disebut ” Kaf “.
2.Dalam suatu perkara di pengadilan, hakim meminta Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf menuliskan suatu kode. Kode yang ditulis itu adalah huruf Kaf maka sejak itu masyarakat memanggilnya dengan gelar al-Kaf
Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 2 orang anak lelaki bernama Abu Bakar dan Muhammad. Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf wafat di Tarim tahun 911 Hijriyah.


AL-MUHDHAR

Beliau ialah Umar bin Abdurahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Waliyullah Umar al-Muhdhar bin Abdurahman al-saqqaf tidak mempunyai anak laki-laki, hanya mempunayi empat orang anak perempuan.
Waliyullah Umar al-Muhdhar bin Abdurahman al-saqqaf wafat di Tarim pada tahun 833 Hijriyah, ketika sujud pada shalat dzuhur.


Aal AL-MUHDHAR


Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Syaich Abi Bakar bin Salim. Gelar yang disandangnya karena ayahnya menjulukinya Muhdhar agar ia mendapat berkah leluhurnya yaitu Waliyullah Umar Muhdhar bin Abdurrahman Assegaf.
Waliyullah Umar al-Muhdhar lahir di kota Inat, dikaruniai 2 orang anak lelaki bernama Ali dan Abu Bakar, mereka menurunkan keturunanan al-Muhdhar. Keturunan al-Muhdhar lainnya adalah al-Mahadir. Waliyullah Umar al-Muhdhar wafat di Inat pada tahun 997 H.


Aal AL-MAHJUB

Yang dijuluki al-Mahjub ialah:
1. Waliyullah Abdullah bin Abdurahman bin Hasan bin Syaich bin Hasan bin Syaich bin Ali bin Syaich bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah. Waliyullah Abdullah al-Mahjub lahir di Makho” Hadramaut, dikaruniai 3 orang anak lelaki. Dari anaknya yang bernama Ahmad menurunkan keturunan al-Mahjub yang berada di Hadramaut.
2. Waliyullah Ali al-Sholeh al-Mahjub bin Abu Bakar bin Sholeh bin Abdullah bin Ibrahim bin Muhammad bin Syaich bin Abdullah bin al-Imam Abdurahman Assegaf. Beliau lahir di kota Tarim, dikaruniai seorang anak laki bernama Abdullah yang menurunkan al-Mahjub di Indonesia (sebagian besar ada di Banjarmasin). Beliau wafat di tarim pada tahun 1151 H.
Gelar yang disandang karena beliau selalu beruzlah, mendekatkan diri kepada Allah untuk memohon petunjuk mengatasi kerusakan zaman.



Aal-MAKNUN

Yang pertama kali dijuluki al-Maknun ialah waliyullah Ahmad maknun bin Umar bin Ahmad Shahib Maryamah bin Alwi bin Abdurahman Assaqqaf. Gelar yang disandang, karena beliau tinggal di Maknun nama sebuah tempat yang dikenal di Hadramaut.



Aal AL-MASYHUR

Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad al-Masyhur al-Majdzub bin Ahmad bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashghor bin Abdurahman al-Qadhi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar bin Abdurahman bin Syaich Ali bin Abu Bakar al-Sakran.
al-Habib Muhammad menyandang dua gelar yaitu al-Masyhur dan al-Majdzub. Gelar yang disandang karena beliau seorang wali yang terkenal ke penjuru negeri, dimana kewalian tersebut diperoleh dari Allah swt dengan Jadzab (kewaliannya tanpa didahului oleh amalan).
Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Masyhur lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki:
1.Abdurahman, keturunannya berada di Malibar.
2.Alwi, leluhur al-Masyhur yang keturunannya ada di Ahwar, Tarim dan di Indonesia ( kota Surabaya )
3.Abdullah, dikaruniai 4 orang anak lelaki, 2 diantaranya mempunyai keturunan, masing-masing:
a.Umar, leluhur al-Masyhur yang ada di Tarim. Salah satu anak cucunya ialah al-Allamah al-Habib Abdurahman bin Muhammad bin Husein al-Masyhur pengarang kitab Syamsu al-Dzahirah kitab tentang nasab Alawiyin yang menjadi pedoman Ar-Rabitah al-Alawiyah di Indonesia. Umar bin Abdullah bin Muhammad al-Masyhur keturunannya berada di Hadramaut, Malaysia dan Indonesia.
b.Ahmad, mempunyai seorang anak bernama Muhammad al-Zahir.
Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Masyhur wafat di Tarim tahun 1130 H.


Aal AL-MARZAQ

Mereka adalah keturunan waliyullah Syaich bin Ahmad bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Waliyullah Syaich bin Ahmad al-Marzaq dilahirkan di Syibam, beliau ialah leluhur:
1.Al-Marzaq, dari keturunannya yang bernama Syaich (Syaich bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Syaich Marzaq)
2.Al-Masyhur al-Marzaq, dari keturunannya yang bernama Muhammad (Muhammad bin Alwi bin Marzaq bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Syaich Marzaq)
Waliyullah Syaich bin Ahmad al-Marzaq wafat di Kota Syibam tahun 940 H.


Aal AL-MAQADDY

Yang pertama kali dijuluki al-Maqaddy ialah waliyullah Umar bin Abdurahman bin Ahmad Syuroim bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang, karena beliau tinggal di suatu tempat terkenal yang terletak dekat kota al-Hami al-Sahiliyah di Hadramaut.



Aal-MUQAIBIL


Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar al-Muqaibil adalah suatu gelar yang terpuji, karena meliputi sifat tawadhu’. Gelar ini diberikan karena apabila beliau menerima penghormatan dari seseorang, selalu membalasnya dengan senang hati dan menghadapkan wajahnya.
Waliyullah Ahmad al-Muqaibil lahir di Tarim , dikaruniai 5 orang anak, 2 diantaranya yang menurunkan keturunannya yaitu Zain dan Abdurahman.



Aal-MUSYAYYACH

Mereka adalah keturunan waliyullah Musyaiyyah bin Abdullah bin al-Syaich Ali bin Abi Bakar As-sakran.
Waliyullah al-Musyayyach lahir di kota Tarim , dikaruniai 2 orang anak lelaki bernama Abdullah yang keturunannya berada di India dan Abdurahman yang keturunannya berada di Indonesia. Waliyullah al-Musyayyach wafat di Tarim pada tahun 915 H.



Aal AL-MUSAWA

Pemberian gelar al-Musawa merupaka tabarukkan kepada seorang guru besar yang tinggal di Yaman bernama al-Musawa. Dan yang dijuluki al-Musawa ialah:
1.Waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Sakran. Beliau lahir di Tarim dikaruniai 3 orang anak lelaki, dua diantaranya Yasin dan Husein yang keturunannya sebagian besar di Indonesia. Beliau wafat di Tarim tahun 992 Hijriyah.
2.Waliyullah Ahmad al-Musawa Bahsin bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman bin Husein bin Syaich Abdurahman Assegaf. Beliau dilahirkan di Tarim, dikaruniai 4 orang anak lelaki, dua diantaranya:
a.Husein, keturunannya berada di Lahij Yaman.
b.Abdullah, keturunannya di Indonesia ( kota Semarang ).
Beliau wafat di Tarim tahun 965 Hijriah.



Aal-ALMUNAWWAR

Mereka adalah keturunan waliyullah Aqil bin Alwi bin Abdurahman bin Ali bin Aqil bin Abdullah bin Abu Bakar bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar al-Sakran.
Digelar dengan al-Munawwar karena beliau seorang baik dan tekun dalam beribadah kepada Allah swt sehingga cahaya Allah swt tampak pada wajahnya yang berseri-seri , dan orang yang diberi karunia cahaya/nur disebut al-Munawwar.
Waliyullah Aqil bin Alwi al-Munawwar dilahirkan di kota Seiwun, dikaruniai 3 orang anak lelaki , dua diantaranya bernama Abdurahman dan Abdullah yang keturunannya sebagian besar di Indonesia.
Waliyullah Aqil bin Alwi al-Munawwar wafat di Seiwun tahun 1170 H.


Aal-MUDAIHIJ


Mereka adalah keturunan ialah waliyullah Abdullah bin Aqil bin Syaich bin Ali bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Gelar yang disandang karena beliau biasa membiasakan diri untuk shalat berjama’ah di masjid Madihij.
Waliyullah Abdullah bin Aqil al-Madihij dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 4 orang lelaki, hanya seorang yang meneruskan keturunan beliau yaitu Aqil bin Abdullah bin Aqil. Waliyullah Abdullah bin Aqil wafat di tarim tahun 970 H.



Aal-MUTHAHHAR

Mereka adalah keturunan waliyullah Muthahhar bin Abdullah bin Alwi bin Mubarak bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Manfar.
Waliyullah al-Muthahhar lahir di Gasam, dikaruniai 2 orang anak lelaki , satu diantaranya bernama Abdullah. Waliyullah al-Muthahhar wafat di Gasam tahun 1117 Hijriyah.



AL-NAHWI

Yang pertama kali dijuluki al-Nahwi ialah waliyullah Abdullah bin Abdurahman bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail. Gelar yang disandang menurut shohib al-Masra’, dikarenakan beliau adalah seorang yang sangat mahir dalam ilmu nahwu, sehingga beliau dinamakan al-Nahwi.



Aal AL-NADHIR


Yang pertama kali dijuluki al-Nadhir ialah waliyullah Muhammad bin Abdullah bin Umar Ahmar al-Uyun bin Abdurahman bin Alwi Ammul Faqih. Gelar yang disandang, karena beliau seorang yang gagah perkasa dan bagus, yang dalam bahasa Arab hal tersebut disebut Nadhir.



Aal-ABU NUMAY

Mereka adalah keturunan waliyullah Abu Numay bin Abdullah bin Syaich bin Ali bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Manfar. Waliyullah Abu Numay lahirkan di Masyghah, dikaruniai 3 orang anak lelaki bernama Abdullah, Aqil dan Muhammad. Beliau wafat di Masyghah tahun 1020 H.



Aal-ALHADDAR

Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Ali bin Muhsein bin Husein bin Syaich Abu Bakar bin Salim. Gelar yang disandang karena beliau berda’wah dengan suara yang keras sekali bagai suara guntur. Suara macam itu disebut Haddar.
Beliau dilahirkan di Inat Hadramaut, dikarunia 2 orang anak lelaki yaitu: Hafidz dan Umar. Keturunan beliau hanya ada di Pulau Jawa. Beliau wafat di kota Inat tahun 1148 Hijriyah.
Saudara Abdullah bin Ali adalah waliyullah Hadi bin Ali al-Haddar yang dikaruniai seorang anak laki bernama Salim yang keturunannya berada di Ternate. wafat di kota Inat tahun 1149 H.


Aal-ALHADI

Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Abdurahman al-Qadi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar bin Abdurahman bin Syaich Ali Bin Abi Bakar al-Sakran.
Gelar yang disandang karena harapan ayah beliau bertabaruk kepada Rasul al-Hidayah, dengan harapan agar anaknya mendapat hidayah, hal tersebut terbukti dengan kewalian Muhammad bin Abdurahman al-Hadi.
Waliyullah Muhammad al-Hadi dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 2 orang anak, seorang diantaranya bernama Seggaf yang menurunkan keturunan al-Hadi di Indonesia. Beliau wafat di kota Tarim tahun 1040 H.


Aal-ALHINDUAN


Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Ahmad bin Hasan bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar yang disandang karena badan dan iman beliau sangat kuat bagaikan pedang yang tajam terbuat dari besi baja berasal dari India. Pedang itu disebut Hinduan.
Waliyullah Umar al-Hinduan lahir di Tarim, dikarunia seorang anak laki yang bernama Abdullah. Waliyullah Umar al-Hinduan wafat di Tarim tahun 917 H.



Aal-BAHARUN


Yang pertama kali dijuluki al-Baharun ialah waliyullah Ali bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail bin Hasan al-Mualim bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi.
Gelar yang disandang karena ayah beliau memberi nama Harun dengan harapan anaknya itu mempunyai sifat seperti Nabiyullah Harun, terbukti Harun bin Hasan menjadi waliyullah yang besar.
Waliyullah Harun bin Hasan lahir di Tarim, dikaruniai 4 orang anak lelaki: Ali, Ahmad, Abdurahman dan Abdullah al-Shaleh. Waliyullah Harun bin Hasan wafat di Tarim tahun 905 Hijriyah.



Aal BAHASYIM


Mereka adalah anak cucu dari al-Habib Hasyim bin Abdullah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Ba Hasyim adalah gelar yang diambil dari nama datuk mereka Hasyim bin Abdullah bin Ahmad. Setiap orang dari keturunannya disebut Ba Hasyim.



Aal-BIN YAHYA


Mereka adalah keturunan waliyullah Yahya bin Hasan bin Ali al-Annaz bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar yang disandang karena dengan menamakan anaknya Yahya, ayahnya berharap agar anaknya tersebur mendapat keberkahan seperti nabi Yahya yang dapat menerangi hati yang gersang.
Waliyullah Yahya bin Hasan lahir di Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki, dua diantaranya meneruskan keturunan beliau yaitu Hasan dan Ahmad. Waliyullah Yahya bin Hasan bin Yahya wafat di kota Tarim tahun 956 H.http://annajib.wordpress.com/2009/02/20/ulama-ulama-terkemuka-dunia/